Wednesday, December 20, 2017

PROFESI KEGURUAN. PENERAPAN KODE ETIK GURU. PROFESI GURU



BAB I
PENDAHULUAN...

A. Latar Belakang
            Mendiknas Bambang Sudibyo adalah pencanangan “Guru Sebagai Profesi”. Sebagai suatu profesi, guru memerlukan kode etik. Draf kode etik guru di indonesia tersebut selain diambil dari kode etik yang sudah dimiliki PGRI dan memperoleh masukan dari para profesor doktor bidang pendidikan, juga dengan membandingkan kode etik yang dimiliki oleh profesi lain. Artinya, secara prosedural penyusunan draf kode etik guru itu sudah sesuai mekanisme kerja yang benar. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa draf itu dapat dikatakan final dan layak untuk disahkan menjadi kode etik guru
            Namun, hingga saat ini tampaknya penyusunan draft tersebut belum kelar juga. Padahal pengesahannya sangat ditunggu banyak pihak, khususnya masyarakat pengguna jasa layanan pendidikan dan, tentunya, para guru itu sendiri. Bagi masyarakat, dengan adanya kode etik guru, mereka akan memperoleh pelayanan pendidikan yang lebih professional dari para guru. Karena, dalam kode etik tersebut akan diatur persyaratan keahlian minimal yang harus dimiliki profesi tersebut. Selain itu, kode etik merupakan janji dari sebuah profesi untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat Dengan demikian mereka tidak perlu merasa khawatir lagi putra-putri mereka dididik guru-guru yang tidak layak dan asal-asalan.
            Selain itu, masyarakat tidak perlu merasa khawatir lagi menjadi bola permainan beberapa guru seperti sering terjadi selama ini. Meski pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi guru-guru untuk berjualan buku kepada murid-muridnya, namun dengan berbagai dalih dan cara, mereka tetap saja memaksa murid-murid membeli buku yang mereka tunjuk, yang merupakan hasil kerjasamanya dengan penerbit tertentu. Murid tidak diberi kesempatan untuk menggunakan buku lain, sehingga seolah ilmu dari buku tersebut saja yang paling bermutu. Dan untuk mempertahankan pangsa pasarnya pada tahun berikutnya, maka buku-buku tersebut sudah tidak bisa dipakai oleh kelas berikutnya.
            Model ‘pemerasan lainnya’ guru membuka les privat bagi murid-muridnya, meski hal ini juga sudah ada larangannya. Namun, karena para orang tua takut kalau terjadi apa-apa pada anaknya jika tidak mengikuti les tersebut, maka dengan terpaksa mengikutkan anaknya les tersebut

B. Tujuan...
Pembuatan Makalah ini bertujuan :

  1. Dapat mengetahui Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru 
  2. Mengetahui bagaimana profesionalisme seorang guru mentaati kode etik guru 

C. Rumusan Masalah

  1. Apa arti kode etik guru yang sebenarnya? 
  2. Bagai mana menerapkan kode etik guru? 
  3. Bagaimana dampak penerapan kode etik guru bagi keprofesian guru?

D. Batasan masalah
Pembahasan... makalah ini hanya terbatas pada Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Profesi
            Profesi berasal dari bahasa latin "Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi: kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keah-lian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.
            Menurut Dedi Supriadi 1999 profesi guru adalah orang suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan.
            Abin syamsudin 2000. Mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki orang pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan tingkat tinggi
            Galbreath, J. 1999 profesi guru adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik.

B.  Profesional...
            Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
            Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan.

Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;

  1. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;  
  2. Penguasaan ilmu yang kuat;  
  3. Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan 
  4. Pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.


C. Kode Etik Guru...
            Setiap profesi, seperti yang telah dibicarakan dalam bagian terdahulu, harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian jabatan : dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik.

 D. Pengertian Kode Etik    
            Kode etik dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, atau pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan, pekerjaan, bahkan berperilaku.
            Kode etik suatu profesi ada norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam mengarungi kehidupannya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya. Dalam kode etik profesi juga terdapat larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka yang merupakan anggota profesi. Tidak hanya itu, kode etik profesi pun berisi tentang tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Dengan demikian kode etik profesi berperan sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.

E. ...Tujuan Kode Etik
            Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:

  1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi. Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar pihak luar jangan sampai memandang rendah suatu profesi. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindakan atau perilaku anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi tersebut terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga sering kali disebut kode kehormatan. 
  2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya. Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kesejahteraan para anggotanya. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk melaksanakan profesinya dengan baik. 
  3. Untuk meningkatkan pengabadian para anggota profesi. Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya. 
  4. Untuk meningkatkan mutu profesi. Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya. 
  5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, setiap anggota profesi diwajibkan untuk aktif berpartispasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi. 
  6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.


F. ...Penetapan Kode Etik
            Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan.
            Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.

G. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
            Sering kita jumpai bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang bersifat memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
            Sebagai contoh, jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika kecurangan itu dianggap serius maka ia dapat dituntut di pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap dan tidak main-main.

H. ..Kode Etik Guru Indonesia
            Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.
            Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh tanah air, pertama dalam Kongres PGRI XIII tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut.
            Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:

  1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. 
  2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional. 
  3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan. 
  4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar. 
  5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. 
  6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengambangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. 
  7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. 
  8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. 
  9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

            Pengaturan mengenai hubungan guru- peserta didik (murid) dalam kode etik guru adalah hal yang seharusnya dominan dan utama, karena sebenarnya kode etik itu dibuat untuk memperjelas relasi guru-murid, sehingga tidak sampai terjadi pelanggaran etika profesi guru. Ketidakjelasan relasi guru dengan murid dan stakeholder lain itu akan menyulitkan pelaksanaan UU Guru. Sebab, beberapa pasal RUU Guru, termasuk dasar pemberian sanksi administratif, mengacu kode etik guru.
            Bila rumusan kode etiknya tidak begitu jelas, bagaimana Dewan Kehormatan Guru (Pasal 30–32 RUU Guru) dapat bekerja dengan baik, padahal salah satu tugas Dewan Kehormatan Guru memberi saran dan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan tugas profesional dan Kode Etik Guru Indonesia.
Berbeda misalnya kode etik yang menyangkut hubungan guru dengan murid itu berbunyi:

  1. Guru tidak boleh memberi les privat kepada muridnya; 
  2. Guru tidak boleh menjual buku pelajaran atau benda-benda lain kepada murid; 
  3. Guru tidak boleh berpacaran dengan murid; 
  4. Guru tidak boleh merokok di depan kelas/murid; 
  5. Guru tidak boleh melakukan intimidasi, teror, dan tindak kekerasan kepada murid, 
  6. Guru tidak boleh melakukan penistaan terhadap murid; 
  7. Guru tidak boleh ber-HP ria di dalam kelas, dan sebagainya

            Yang menjadi masalah bagi kalangan pendidikan bukanlah belum adanya kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana guru-guru di negeri ini mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik guru tersebut, baik dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, guru betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh komponen bangsa di mana pun berada.
            Kaitannya dengan sertifikasi guru, penyusun sangat setuju dengan pendapat Profesor Dr. H. Achmad Sanusi, M.P.A. Idelanya, tim asesor datang langsung menguji dan meneliti kemampuan guru dalam mengajar di depan kelas dan yang telah lulus sertifikasi pun ikut sertifikasi ulang secara berkala dan berkesinambungan, misalnya lima tahun sekali. Namun menurut informasi dari dinas terkait, yang menjadi kendala adalah banyaknya guru yang akan disertifikasi belum sebanding dengan banyaknya tim asesor yang ada hingga saat ini.
            Sebagai solusi menanggulangi masalah ini, terpaksa dengan penilaian portofolio seperti yang sekarang dilaksanakan. Kalau ada yang meragukan hasil dari penilaian portofolio, sebaiknya kita semua harus memberikan masukan, saran, dan solusi yang dianggap paling baik, efektif, efisien, dan accountable bukan hanya mengkritisi, tanpa memberikan solusi.
            Sebagai seorang guru yang bertugas di daerah perdesaan, ujian sertifikasi itu hendaknya dilaksanakan sebelum seseorang diangkat menjadi guru. Hal ini bisa diterapkan mulai pengangkatan guru yang akan datang. Dengan kata lain, ujian penerimaan CPNS khusus guru bahkan kalau bisa, diberlakukan sejak ujian penerimaan calon mahasiswa baru fakultas pendidikan di semua perguruan tinggi negeri maupun swasta di seluruh Indonesia, materinya mengambil dari standar minimal kelayakan calon guru Indonesia/SMKCGI. Yang kisi-kisinya atau kalau mungkin soal-soalnya juga ditentukan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dan bisa dikembangkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Atau mengacu kepada standar kompetensi dan kualifikasi berdasar pada PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VI Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.
            Dengan membaca PP No. 19 Tahun 2005 akan jelas bahwa untuk menjadi seorang tenaga pendidik yang profesional tidaklah mudah, mereka harus benar-benar teruji dan memenuhi persyaratan. Setelah diberlakukannya uji sertifikasi yang diikuti dengan mendapatkan tunjangan profesi bagi guru, diharapkan ada peningkatan kesejahteraan yang diikuti dengan peningkatan kinerja


 

BAB III
PENUTUP

A.  ..Kesimpulan
            Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.  Dengan adanya kode etik guru, maka akan ada majelis kehormatan yang akan mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada guru yang melanggar kode etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi sangsi kepada guru yang melanggar.
            Dari pihak guru sendiri, pengakuan bahwa pekerjaan guru merupakan sebuah profesi akan memiliki beberapa arti. Pertama, dengan diakui sebagai sebuah profesi tentu akan meningkatkan salary mereka, sehingga mereka tidak perlu mencari pekerjaan lain untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan demikian mereka lebih memiliki waktu dan biaya untuk pengembangan keahliannya. Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan prestise pekerjaan guru.


                                                DAFTAR PUSTAKA

Soetjipto... Prof, Rafli Kosani Drs, M, sc. 2009. Profesi keguruan jakarta: Rineka Cipta. Hal. 29-35
Supriadi, D. 1998.
Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta: Depdikbud.
Surya, H.M. 1998. Organisasi dan Profesi. No. 7/1998. Hlm. 15-17.
http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/penerapan-kode-etik-pada-profesi





No comments:

Post a Comment