Thursday, December 21, 2017

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH MBS



PENDAHULUAN

A... Latar Belakang
            Tantangan yang dihadapi oleh kepala sekolah semakin beragam dan cepat berubah. Tantangan ini dapat lebih cepat direspon oleh sekolah kalau pengelola sekolah menerapkan kebijakan dengan menganggap sekolah sebagai pusat perhatiannya (“school at the center”). Konsep pengembangan manajemen berbasis sekolah (MBS) berkembang sebagai respon dari sistem manajemen yang dikendalikan oleh otoritas eksternal (MKE). Upaya pengembangan konsep dan teori manajemen berbasis sekolah sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu, dan sejak tahun 1999 konsep MBS telah di diujicobakan di beberapa sekolah di Indonesia. Beberapa sekolah berkemauan untuk melaksanakan MBS, tetapi terbentur kepada belum terbentuknya pemahaman bagaimana menerapkan konsep tersebut secara operasional.
            Di beberapa belahan dunia, MBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, antara lain “tata kelola berbasis sekolah” (school-based governance), “manajemen mandiri sekolah” (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan “school site management” atau “manajemen yang bermarkas di sekolah”. Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom (bukan hanya sekedar unit pelaksana teknis) dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunaan 3M-nya, yakni man, money, dan material.
            Sekolah mengemban fungsi berposisi di garis paling depan dalam melayani pendidikan masyarakat, sehingga sekolah harus dapat merespon dengan cepat perubahan yang ada, namun juga tetap mengikuti standar-standar yang sudah ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sekolah sebagai unit organisasi yang mempunyai otonomi, mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri. Pengoperasionalan MBS memerlukan langkah-langkah perumusan lingkup kegiatan pengelolaan yang sudah digariskan dalam peraturan kementerian dalam bentuk standar-standar pengelolaan yang harus diikuti oleh sekolah (kegiatan yang diikat oleh aturan), dan kegiatan-kegiatan yang sepenuhnya diatur oleh sekolah (otonomi sepenuhnya).

Penerapan MBS secara yuridis diamanatkan oleh beberapa aturan perundangan antara lain

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 51, Ayat (1); “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah” 
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 49, Ayat (1); “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas” 
  3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, yang akan diuraikan lebih mendetail lagi pada BAB II dan III 
  4. Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendididikan, Pasal 50 dan 51. Pasal 50 “Satuan atau program pendidikan wajib bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau program pendidikannya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan sesuai dengan kewenangannya”. Pasal 51 (1) “Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.


B.  ..KONSEP MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH 
            Bukti-bukti empirik lemahnya pola lama manajemen pendidikan nasionaldan digulirkannya otonomi daerah telah mendorong dilakukannyapenyesuaian diri dari pola lama manajemen pendidikan menuju pola barumanajemen pendidikan masa depan yang lebih bernuansa otonomi danyang lebih demokratis. Berikut disajikan dimensi-dimensi perubahan polamanajemen, dari yang lama menuju ke yang baru.Dimensi-dimensi perubahan pola manajemen pendidikan.

POLA LAMA
                     POLA BARU
Subordinasi
Otonomi
Pengambilan keputusan terpusat
Pengambilan keputusan partisipatif
Ruang gerak kaku
Ruang gerak luwes
Pendekatan birokratik
Pendekatan professional
Sentralistik
Desentralistik
Diatur
Motivasi diri
Overregulasi
Deregulasi
Mengontrol
mempengaruhi
Mengarahkan
Memfasilitasi
Menghindari resiko
Mengelola resiko
Gunakan uang semuanya
Gunakan uang seefisien mungkin
Individual yang cerdas
Teamwork yang cerdas
Informasi terpribadi
Informasi terbagi      
Pendelegasian
Organisasi herarkis
Pemberdayaan
Organisasi datar

            Pada pola lama, tugas dan fungsi sekolah lebih pada melaksanakan program dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan program peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh sekolah. Pada Pola baru, sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif dan partsisipasi masyarakat makin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan dari pada pendekatan birokrasi, pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan sekolah lebih didorong oleh motivasi-diri sekolah dari pada diatur dari luar sekolah, regulasi pendidikan lebih sederhana, peranan pusat bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi dan dari mengarahkan ke memfasilitasi, dari menghindari resiko menjadi mengolah resiko, penggunaan uang lebih efisien karena sisa anggaran tahun ini dapat digunakan untuk anggaran tahun depan (efficiency-based budgeting), lebih mengutamakan teamwork, informasi terbagi ke semua warga sekolah, lebih mengutamakan pemberdayaan, dan struktur organisasi lebih datar sehingga lebih efisien.

1... Pengertian MBS
            Secara umum, manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggungjawab) lebih besar terhadap sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan terhadap sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dan sebagainya). Hal-hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab untuk mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau stakeholder yang ada. (Catatan: MBS tidak dibenarkan menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku).

2. Tujuan MBS
            MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan.
Dengan MBS, sekolah diharapkan makin berdaya dalam mengurus dan mengatur sekolahnya dengan tetap berpegang pada koridor-koridor kebijakan pendidikan nasional. Perlu digarisbawahi bahwa pencapaian tujuan MBS harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan sebagainya)

3. ..Karakteristik MBS
            Leithwood K., & Menzies T. (1998) (Forms and effects of school-based management: a review. Educational policy, vol. 12, no. 3, pp.325-347. 13) mengidentifikasi karakteristik MBS mencakup 4 aspek, yaitu:
1. Kontrol administratif: dibawah kewenangan kepala sekolah.
2. Kontrol professional: dibawah kewenangan korps guru
3. Kontrol masyarakat: dibawah kewenangan wali siswa melalui dewan sekolah
4. Kontrol keseimbangan: kontrol professional dan kontrol masyarakat diperagakan secara seimbang.
           
 Di Indonesia karakteristik MBS akan diuraikan dalam prinsip, konteks, target, dan praktek-praktek MBS. 

a. Prinsip
Penerapan MBS ini didasari oleh empat prinsip yang dikemukakan oleh Yin Cheong Cheng (1996) School effectiveness and school-based management: a mechanism for development¡¨; yaitu, ekuifinalitas, desentralisasi, sekolah sebagai unit swakelola, dan inisiatif, yang mana prinsip-prinsip diatas tidak pernah diakomodasi pada MKE.

  • Prinsip equifinalitas menyatakan bahwa ada banyak cara yang berbeda untuk mencapai satu tujuan. Satu organisasi mempunyai potensi dan kendala yang berbeda dibandingkan organisasi lain. Sangat tidak masuk akal kalau organisasi-organisasi yang berbeda karakternya dipaksa untuk mencapai satu tujuan dengan cara yang sama. 
  • Prinsip desentralisasi didasarkan kepada pelibatan kegiatan tidak hanya di pusat saja, tetapi disebar ke daerah-daerah untuk terlibat dalam pembuatan keputusan. Tugas pusat untuk membuat keputusan akan semakin sulit karena keragaman kondisi di daerah masing-masing. Pelibatan daerah untuk ikut memutuskan sendiri apa yang harus dilakukan, menjadi keharusan agar organisasi dapat melakukan tindakaterbaik sesuai dengan kondisinya. Demikian juga dengan kewenangan di sekolah, pelibatan staf sekolah perlu dilakukan. 
  • Prinsip sekolah sebagai unit swakelola didasarkan bahwa kegiatan sekolah sehari-hari harus tetap berjalan. Semua masalah yang ada harus cepat ditangani tanpa menunggu instruksi dari otoritas eksternal. Kegiatan sekolah tidak dapat berjalan lancar kalau semua kegiatan harus menunggu instruksi dari otoritas eksternal. 
  • Prinsip inisiatif menegaskan bahwa sekolah sebagai organisasi mandiri tidak perlu menunggu keputusan otoritas eksternal dalam melakukan kegiatannya. Ada empat tingkat inisiatif dari yang paling rendah yaitu hanya menunggu, menuju ke tingkat lebih tinggi yaitu meminta petunjuk, meningkat ke lebih tinggi lagi yaitu meminta ijin, menuju ke inisiatif yang paling tinggi yaitu melakukan dulu baru melaporkan.

b. Konteks
            Konteks penerapan MBS adalah dalam rangka membentuk sekolah yang memiliki kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas sebagaimana pesan PP 17, 2007 pasal 49; ¡§Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas¡¨.

  • Kemandirian. Kemandirian dapat diartikan sebagai kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, kemandirian dari sisi program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemandirian sekolah. Jadi kemandirian sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. 
  • Kemitraan. Setiap warga sekolah mempunyai fungsi dan peran yang spesifik. Hubungan antar warga sekolah didasarkan atas kemitraan atau partnership yaitu bentuk hubungan setara dalam berbagi tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan perannya. 
  • Partisipasi. Sekolah dapat mewujudkan visinya kalau semua warga terlibat sesuai dengan fungsi dan perannya. Pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. 
  • Keterbukaan. Keterbukaan memberi kesempatan kepada warga sekolah untuk mengetahui hal-hal yang sedang terjadi dan memahami kondisi nyata sekolah. Pemahaman ini menjadi awal tumbuhnya kepedulian warga sekolah. 
  • Akuntabilitas. MBS harus dipahami sebagai model pemberian kewenangan yang lebih besar kepada sekolah. Sebagai konsekuensinya, sekolah harus bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan. Untuk itu sekolah berkewajiban mempertanggungjawabkan kepada publik tentang apa yang dikerjakan sebagai konsekuensi dari mandat yang diberikan oleh publik. Itu berarti akuntabilitas publik menyangkut hak publik untuk memperoleh pertanggungjawaban penyelenggara sekolah.


c. Target
            Target manajemen berbasis sekolah dirumuskan dalam permendiknas nomer 19 tahun 2007 tentang pengelolaan pendidikan, mencakup 6 target seperti berikut: (a) perencanaan program; (b) pelaksanaan rencana kerja; (c) pengawasan dan evaluasi; (d) kepemimpinan sekolah/madrasah; (e) sistem informasi manajemen; dan (f) penilaian khusus. Masing-masing target diuraikan lebih lanjut menjadi butir-butir target, misalnya komponen perencanaan program dibagi menjadi 4 butir yaitu visi, misi, tujuan dan rencana kerja sekolah. Secara ringkas target MBS digambarkan dalam Gambar 1 peta konsep berikut.


C. PELAKSANAAN MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH..
            ..Pelaksanaan MBS lebih menekankan kepada merumuskan bagaimana praktek-praktek MBS dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari di sekolah.Kegiatan-kegiatan yang sudah lama diotonomkan di sekolah diungkapkanoleh Alison Bullock dan Hywel Thomas dalam school at the center¡¨ 1997halaman 7-8, mencakup lingkup kegiatan (1) penerimaan siswa , (2)penilaian (assessment) siswa, (3) informasi seleksi , berupa dokumen,yang dipublikasikan ke luar sekolah (4) pendanaan mencakup keputusanpenggalian dan penggunaan dana. Dengan diterapkannya MBS, Caldwelland Spinks (dalam Alison Bullock dan Hywel Thomas dalam ¡§school at thecenter¡¨ 1997 halaman 7) melaporkan otonomi yang lebih luas dalam
kegiatan pengelolaan sekolah, yang mencakup desentralisasi :

  1. isi pendidikan/knowledge (desentralisasi pembuatan keputusan menyangkut kurikulum termasuk perumusan tujuan akhir lulusan);
  2. teknologi (desentralisasi pembuatan keputusan berkaitan dengan sarana teknologi pengajaran dan pembelajaran);
  3. kewenangan/power (desentralisasi dalam membuat kebijakan sekolah);
  4. bahan/material (desentralisasi pembuatan keputusan menyangkut penggunaan fasilitas, bahan dan perkakas);
  5. pemberdayaan sumberdaya manusia/people (desentralisasi keputusan berkaitan dengan alokasi sdm untuk pengajaran);
  6. waktu/time (desentralisasi pembuatan keputusan menyangkut alokasi waktu dalam kegiatan delajar mengajar), dan
  7. keuangan/finance (desentralisasi pembuatan keputusan menyangkut alokasi dana).

            Penerapan MBS di Indonesia belum mengotonomikan kegiatan-kegiatan pengelolaan sepenuhnya seperti yang dirumuskan oleh Caldwell dan Spinks. Pelaksanaan MBS di Indonesia mengacu kepada Permen 19 th 2007 sebagaimana akan diuraikan pada bagian B Materi Pokok MBS. pelaksanaan MBS ditujukan untuk mengidentifikasi kewenangan-kewenangan apa saja yang diberikan sekolah dan kepada siapa kewenangan tingkat sekolah diberikan Hasil identifikasi ini menjadi acuan dalam melaksanakan MBS.

Praktek-praktek MBS
            Sesuai dengan prinsip equifinalitas dan swakelola, praktek-praktek MBS perlu dijabarkan supaya lebih operasional oleh masing-masing sekolah, menjadi bentuk prosedur baku atau praktek terbaik untuk masing-masing sekolah. Prinsip-prinsip MBS mengamanatkan bahwa pelaksanaan MBS menerapkan pendekatan idiograpik¡¨ dalam arti membolehkan adanya keragaman dalam cara melaksanakan MBS dan bukan lagi menggunakan pendekatan nomotetik¨ yaitu cara melaksanakan MBS yang cenderung seragam/konformitas untuk semua sekolah. Oleh karena itu, tidak ada satu resep pelaksanaan MBS terbaik yang cocok untuk diberlakukan ke semua sekolah, atau praktek terbaik di satu sekolah belum tentu menjadi praktek terbaik bagi sekolah lain.
            Sebagai model-model manajemen, maka MBS merupakan model deskriptif, yakni model yang menjelaskan tentang apa itu MBS, bagaimana pelaksanaannya, bukan merupakan model preskriptif yaitu model yang sudah memberikan petunjuk langkah-langkah secara detil. Untuk melaksanakan MBS sekolah merumuskan sendiri resepnya melalui pengalaman, pengkajian hasil riset orang lain, atau hasil penelitian tindakan sekolah, sekolah dapat merumuskan prosedur pengelolaan terbaik untuk semua praktek pengelolaan yang diamanatkan oleh permen 19 tahun 2007.
            Praktek-praktek manajemen berbasis sekolah dirumuskan dalam permendiknas 19 tahun 2007 tentang pengelolaan pendidikan. Praktek-praktek ini merupakan jabaran dari butir-butir target. Praktek-praktek pengelolaan selengkapnya disajikan dalam Tabel 1 berikut ini
                 
Tabel 1. Praktek-praktek pengelolaan sekolah menurut Peraturan Menteri no 19 tahun 2007 tentang pengelolaan sekolah
Target
Butir Target
Praktek Pengelolaan
Perencanaan
visi
Merumuskan dan menetapkan visi sekolah dan mengembangkannya
misi
Merumuskan dan menetapkan misi sekolah dan mengembangkannya
Tujuan
Merumuskan dan menetapkan tujuan sekolah dan mengembangkannya
Rencana kerja
Menyusun rencana kerja jangka menengah
Menyusun rencana kerja tahunan
Pelaksanaan
Pedoman sekolah

Membuat dan memiliki pedoman yang mengatur berbagai aspek pengelolaan
Struktur organisasi

Menyusun struktur organisasi
Pengelolaan bidang kesiswaan
Menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional mengenai proses penerimaan peserta didik
Pengelolaan bidang kurikulum dan kegiatan pembelajaran
·         Menyusun KTSP
·         Menjamin mutu pembelajaran
·         Menyusun program penilaian
·         Menyusun peraturan akademik
Pengawasan
dan evaluasi

Pengelolaan bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Menyusun program pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan
Mengangkat pendidik dan tenaga kependidikan tambahan
Mendukung upaya promosi, pengembangan, penempatan, dan mutasi
Pengelolaan Bidang Sarana dan Prasarana
Menetapkan kebijakan program secara tertulis mengenai pengelolaan sarana dan prasarana
Pengelolaan bidang Keuangan dan Pembiayaan
Menyusun pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional
Pengelolaan bidang budaya dan Lingkungan Sekolah/Madrasah
Menciptakan suasana, iklim, dan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk pembelajaran yang efisien dalam prosedur pelaksanaan.
Peranserta Masyarakat dan Kemitraan Sekolah
Melibatkan warga dan masyarakat pendukung sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan.
Program pengawasan
Menyusun program pengawasan secara obyektif, bertanggung jawab dan berkelanjutan
Evaluasi diri
Melakukan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah/madrasah
Evaluasi dan pe ngembangan KTSP
Melakukan evaluasi dan pengembangan KTSP
Evaluasi pendayagunaan PTK
Melakukan evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan direncanakan secara komprehensif pada setiap akhir semester
Akreditasi
Menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk mengikuti akreditasi
kepemimpinan
kepemimpinan
Menganalisis tantangan, peluang,

kekuatan, dan kelemahan sekolah

Bertanggung jawab dalam membuat keputusan anggaran sekolah/madrasah


Melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan

Berkomunikasi untuk menciptakan dukungan intensif dari orang tua peserta didik dan masyarakat

Menjaga dan meningkatkan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan


Menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik

Bertanggung jawab atas perencanaan partisipatif mengenai pelaksanaan kurikulum
Melaksanakan dan merumuskan

          Sebagai model manajemen, MBS merupakan model deskriptif (model yang menjelaskan apa MBS, pelaksanaannya fleksibel), bukan merupakan model preskriptif (dari kata “prescription” artinya resep dokter, model yang sudah memberikan petunjuk langkah-langkah detil, pelaksanaannya sudah baku). Untuk melaksanakan MBS sekolah perlu merumuskan (1) tahapan-tahapan atau langkah-langkah kegiatan dari semua praktek misalnya dalam bentuk bagan alir (2) mengidentifikasi aturan hukum masing-masing kegiatan, (3) mengidentifikasi siapa yang bertanggung-jawab dalam masing-masing kegiatan, dan (4) siapa saja yang terlibat dalam masing-masing kegiatan tersebut.



C... MONITORING DAN EVALUASI

          Monitoring adalah suatu proses pemantauan untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan MBS. Jadi, fokus monitoring adalah pemantauan pada pelaksanaan MBS, bukan pada hasilnya. Tepatnya, fokus monitoring adalah pada komponen proses MBS, baik menyangkut proses pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, maupun pengelolaan proses belajar mengajar. Sedang evaluasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan informasi tentang hasil MBS. Jadi, fokus evaluasi adalah pada hasil MBS. Informasi hasil ini kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, berarti MBS efektif. Sebaliknya jika hasil tidak sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, maka MBS dianggap tidak efektif (gagal). Oleh karena itu, sebaiknya setiap sekolah yang melaksanakan MBS diharapkan memiliki data-data tentang prestasi siswa sebelum dan sesudah MBS. Hal ini penting untuk dilakukan agar sekolah dengan mudah membandingkan prestasi siswa sebelum dan sesudah MBS. Jika setelah MBS ada peningkatan prestasi yang signifikan dibanding sebelum MBS, maka hal ini dapat diduga bahwa MBS cukup berhasil.
            Monitoring dan evaluasi MBS bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Hasil monitoring dapat digunakan untuk memberi masukan (umpan balik) bagi perbaikan pelaksanaan MBS. Sedang hasil evaluasi dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk memberi masukan terhadap keseluruhan komponen MBS, baik pada konteks, input, proses, output, maupun outcome nya. Masukan-masukan dari hasil monitoring dan evaluasi akan digunakan untuk pengambilan keputusan.
           Bagian C permendiknas 19 tahun 2007 mengamanatkan bahwa sekolah perlu melakukan pengawasan dan evaluasi mencakup Program pengawasan, Evaluasi diri, Evaluasi dan pengembangan KTSP, Evaluasi pendayagunaan PTK, dan Akreditasi. Praktek-praktek pengawasan dan evaluasi MBS juga perlu dirumuskan dalam bentuk prosedur baku praktek terbaik pengawasan dan evaluasi.
Semua kegiatan MBS perlu dilakukan monitoring dan evaluasi untuk melihat keterlaksanaan dan keberhasilan setiap kegiatan tersebut. Karena itu diperlukan pengembangan perangkat-perangkat untuk melakukan monitoring dan evaluasi tersebut. Di bagian kegiatan pembelajaran 2 sudah dibahas penyusunan bagan alir kegiatan pengelolaan sekolah.
            Perangkat monitoring dan evaluasi dapat dikembangkan dari prosedur baku yang sudah disusun. Prosedur baku antara lain berisi langkah-langkah yang diberi simbol segi empat dan keputusan yang diberi simbol belah ketupat. Monitoring dilakukan untuk melihat apakah langkah-langkah tersebut dilakukan sesuai dengan yang tertulis di prosedur baku atau tidak, sedangkan evaluasi dilakukan untuk membuat keputusan (decision) ya atau tidak pada simbol belah ketupat.
            Monitoring dan evaluasi (monev) merupakan bagian integral dari pengelolaan pendidikan, baik di tingkat mikro, meso maupun makro. Monev dapat mengukur tingkat kemajuan pendidikan pada tingkat sekolah, dinas pendidikan kabupaten/kota, dinas pendidikan propinsi, dan kementerian. Dengan monev, kita dapat menilai apakah MBS benar-benar mampu meningkatkan mutu pendidikan. Monev MBS bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk memperbaiki/mengembangkan MBS.


No comments:

Post a Comment