BAB I
PEDAHULUAN
1.1 ..Latar
Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses yang bersifat
terencana dan sistematik, karena itu perencanaannya disusun secara lengkap,
dengan pengertian dapat dipahami dan dilakukan oleh orang lain dan tidak
menimbulkan penafsiran ganda. Sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan
kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil
penilaiannya. Antara pengukuran, penilaian, evaluasi saling berkaitan dalam
pencapaian kualitas pembelajaran. Oleh karena itu perlu pembahasan lebih lanjut
mengenai konsep dasar pengukuran dan penilaian.
Setiap orang pada
saat-saat tertentu harus membuat keputusan pendidikan, yaitu keputusanyang berkaitan
dengan soal pendidikan, baik yang menyangkut diri sendiri ataupun orang
lain. Keputusan-keputusan semacam ini dapat mempunyai ruang lingkup yang besar,
seperti misalnya keputusan seorang Menteri Pendidikan dan kebudayaan tentang
penerapan sistem baru dalam penyelenggaraan pendidikan, atau keputusan seorang
Rektor tentang nilai batas lulus calon-calon mahasiswa, dapat pula mempunyai
ruang lingkup yang kecil, seperti misalnya keputusan seorang ibu tentang perlu
atau tidaknya mengharuskan anaknya belajar secara tetap setiap malam atau
putusan seorang mahasiswa mengenai mata kuliah pilihan mana yang akan
diambilnya pada suatu semester.
Untuk dapat dicapainya
keputusan yang baik diperlukan informasi yang lengkap dan tepat. Informasi
semacam ini akan diperoleh melalui pengukuran dan penilaian pendidikan.
Pengumpulan, pengolahan, pengaturan dan penyajian informasi pendidikan melalui
pengukuran dan perlilaian menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidikan.
Memang tidak semua orang
menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam
beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian.
Hal ini dapat dilihat mulai dari berpakaian, setelah berpakaian kemudian
dihadapkan ke kaca apakah penampilannya sudah baik atau belum.
Dari kalimat tersebut
kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu: evaluasi, pengukuran, dan
penilaian. Sementara orang cenderung lebih mengartikan ketiga kata tersebut
sebagai suatu pengertian yang sama sehingga dalam pemakaiannya tergantung dari
kata mana yang siap diucapkannya.
Dalam setiap
pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran
yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik atau tidak baik, bermanfaat,
atau tidak bermanfaat, dll. Apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai
hasil yang baik, pendidik tentu dapat dikatakan berhasil dalam proses
pembelajaran dan demikian sebaliknya.
Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam
proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh
pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran.
Dalam makalah ini penyusun akan membahas
tentang pengertian
dari pengukuran, penilaian dan evaluasi, peranan penilaian dalam pembelajaran,
penilaian yang otentik, macam-macam skala pengukuran, dan hubungan antara tes,
pengukuran, penilaian dan evaluasi.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah di atas dapat diambil beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1) Bagaimana
Pengertian Pengukuran, Penilaian (Assessment) dan Evaluasi?
2) Bagaimana Peranan Penilaian Dalam Pembelajaran?
3) Bagaimana Penilaian
Otentik Dalam Pembelajaran?
4) Apa Macam-Macam Skala
Pengukuran?
5) Apa Hubungan Antara
Tes, Pengukuran, Penilaian Dan Evaluasi?
1.3 .Tujuan
Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui
pengertian pengukuran, penilaian (assessment) dan evaluasi.
2) Untuk mengetahui peranan penilaian dalam
pembelajaran.
3) Untuk
mengetahui penilaian otentik dalam pembelajaran.
4) Untuk mengetahui Macam-Macam
Skala Pengukuran.
5) Untuk
mengetahui Hubungan Antara Tes, Pengukuran,
Penilaian Dan Evaluasi.
1.4 Manfaat
Penulisan Makalah
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini
yaitu sebagai berikut:
1) Bagi
guru. Memberikan dasar ilmiah bagi guru sekolah guna mengembangkan dan
melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisian pada siswa.
2) Bagi
penulis. Dengan dibuatnya makalah ini, dapat digunakan sebagai pedoman dalam
mempelajari dan memahami tentang pengukuran dan penilaian.
3) Bagi
pembaca. Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan pengetahuan
yang lebih bagi pembaca tentang penilaian dan pengukuran.
BAB II
PEMBAHASAN
Banyak orang mencampur adukkan pengertian
antara evaluasi, pengukuran (measurement), penilaian (assessment), padahal
ketiganya memiliki pengertian yang berbeda. Pengertian dari pengukuran,
penilaian dan evaluasi adalah sebagai berikut...
a. Pengukuran
Menurut Calongesi
(1995) yang dimaksud dengan pengukuran (Measurement) adalah suatu proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang
relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Menurut Zainul dan Nasution (2001)
pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau
skala tertentu, 2)
menurut suatu aturan atau formula tertentu. Menurut Sidin Ali dan
Khaeruddin dalam Arifin pengukuran berarti
proses penentuan kuantitas suatu objek dengan membandingkan antara alat ukur
dan objek yang diukur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran
adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk
membandingkan antara alat ukur dan objek yang ukur serta hasilnya bersifat
kuantitatif (bentuk skor).
Pengukuran (measurement)
adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari
suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik
tertentu. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya
terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran
tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga
dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan,
seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen.
b. Penilaian
Penilaian (assessment)
adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk
memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau
ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian
menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang
peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif
dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan
dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut. Penilaian
hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru)
dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
Menurut Sidin Ali dan
Khaeruddin (2012) penilaian adalah proses penentuan kualitas suatu objek dengan
membandingkan antara hasil-hasil ukur dengan standar penilaian tertentu.
Penilaian dalam pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan
tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil
penilaian besrifat kualitatif artinya diperoleh dari pengkategorian.
c. ..Evaluasi
Evaluasi berasal dari
bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau
penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Evaluasi adalah kegiatan
identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah
tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat
efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan keputusan nilai (value
judgement). Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun, 1996) mengemukakan bahwa
: educational evaluation is the process of delineating,
obtaining, and providing useful information for judging decision
alternatif. Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh,
dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif
keputusan. Dari pandangan Stufflebeam, kita dapat melihat bahwa esensi dari
evaluasi yakni memberikan informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan. Di
bidang pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu
kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru. Evaluasi
adalah kegiatan mengukur dan menilai. Mengukur lebih besifat kuantitatif,
sedangkan menilai lebih bersifat kualitatif.
Evaluasi menurut Kumano
(2001) merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan
asesmen. Sementara itu menurut Calongesi (1995) evaluasi adalah suatu keputusan
tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran. Sejalan dengan pengertian tersebut,
Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai
suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh
melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun
non tes. Evaluasi adalah “kegiatan mengidentifikasi untuk melihat apakah
suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau
tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi
berhubungan dengan keputusan nilai (value judgement). Di bidang pendidikan,
kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu kebijakan
pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru. Evaluasi
merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan
sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa (Purwanto, dalam anonim). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Evaluasi dalam pembelajaran adalah suatu
proses atau kegiatan untuk mengukur dan menilai beberapa kemampuan siswa dalam
pembelajaran seperti pengetahuan, sikap dan keterampilan guna membuat
keputusan tentang status kemampuan siswa
tersebut.
..Aplikasi Terhadap Proses Belajar Mengajar
Hasil belajar peserta didik dapat
diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu:
1) Domain
kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan
kecerdasan logika –
matematika)
2) Domain
afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan
kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional),
dan
3) Domain
psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan
visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner)
telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi
dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian
kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
Data hasil penelitian
multi kecerdasan menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa dan kecerdasan
logika-matematika yang termasuk dalam domain kognitif memiliki kontribusi hanya
sebesar 5%. Kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi yang termasuk
domain afektif memberikan kontribusi yang sangat besar yaitu 80%. Sedangkan
kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spatial dan kecerdasan musikal yang
termasuk dalam domain psikomotor memberikan sumbangannya sebesar 5%.
Namun, dalam praxis
pendidikan di Indonesia yang tercermin dalam proses belajar-mengajar dan
penilaian, yang amat dominan ditekankan justru domain kognitif. Domain ini
terutama direfleksikan dalam 4 kelompok mata pelajaran, yaitu bahasa,
matematika, sains, dan ilmu-ilmu sosial. Domain psikomotor yang terutama
direfleksikan dalam mata-mata pelajaran pendidikan jasmani, keterampilan, dan
kesenian cenderung disepelekan. Demikian pula, hal ini terjadi pada domain
afektif yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran agama dan
kewarganegaraan.
Agar penekanan dalam
pengembangan ketiga domain ini disesuaikan dengan proporsi sumbangan
masing-masing domain terhadap sukses dalam pekerjaan dan kehidupan, para guru
perlu memahami pengertian dan tingkatan tiap domain serta bagaimana
menerapkannya dalam proses belajar-mengajar dan penilaian.
Perubahan paradigma
pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya menuntut adanya
perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk perubahan dalam
melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam paradigma lama, penilaian
pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai
kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui
bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik
kerapkali diabaikan.
Dalam pembelajaran
berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk
mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek
kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral, perkembangan emosional,
perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya. Demikian
pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi juga
mempertimbangkan segi proses.
Penilaian didefinisikan sebagai proses
pengumpulan informasi tentang kinerja siswa untuk digunakan sebagai dasar dalam
membuat keputusan. Penilaian merupakan komponen yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat
ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas system
penilaiannya.
Menurut Mardapi dalam Anonim, mengungkapkan
bahwa penilaian dan pembelajaran adalah dua kegiatan yang saling mendukung.
Upaya peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilakukan melalui upaya perbaikan
system penilaian. Untuk menuju kualitas pembelajaran yang baik, diperlukan
system penilaian yang baik. System pembelajaran yang baik akan menghasilkan
kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil
penilaiannya. Selanjutnya system penilaian yang baik akan mendorong pendidik
untuk menentukan strategi mengajar yang baik dalam memotifasi peserta didik.
Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan
perbaikan system penilaian yang diterapkan.
Penilaian memiliki peran yang sangat penting
dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu perlu dirancang dan
didesaen sedemikian rupa sehingga penilaian tersebut memberikan makna bagi
setiap orang yang terlibat didalamnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka
perlu kerjasama yang baik dari beberapa pihak terkait seperti Guru, Siswa, dan
Sekolah. Ketiga pihak tersebut memiliki peranan yang berbeda-beda sesuai porsi
masing-masing. Jika masing-masing pihak melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dengan baik, maka akan tercipta suasana yang kondusif, dinamis, dan
terarah untuk perbaikan kualitas pembelajaran melalui perbaikan system
penilaian.
1. Menggambarkan
sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
2. Mengevaluasi
hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami
dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan
program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan).
3. Menemukan
kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik
dan sebagai alat diagnosis yang membantu guru menentukan apakah seseorang perlu
mengikuti remedial atau pengayaan.
4. Menemukan
kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna
perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
5. Sebagai
kontrol bagi guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didik.
b. Tujuan
Penilaian
-Tujuan Umum
1. Menilai
pencapaian kompetensi peserta didik.
2. Memperbaiki
proses pembelajaran.
3. Sebagai
bahan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa.
-Tujuan Khusus
1. Mengetahui
kemajuan dan hasil belajar siswa.
2. Mendiagnosa
kesulitan belajar.
3. Memberikan
umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar.
4. Penentuan
kenaikan kelas.
5. Memotivasi
belajar siswa dengan cara mengenal dan memahami diri dan merangsang untuk
melakukan usaha perbaikan.
1. Valid/sahih. Penilaian
didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
2. Objektif. Penilaian
didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi
subjektivitas penilaian.
3. Transparan/terbuka. Prosedur
penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui
oleh pihak yang berkepentingan.
4. Adil. Penilaian
tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik, dan tidak membedakan latar belakang
sosial-ekonomi, budaya, agama, bahasa, suku bangsa, dan jender.
5. Terpadu. Penilaian
merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
6. Menyeluruh
dan Berkesinambungan. Penilaian mencakup semua aspek kompetensi
dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai, untuk memantau perkembangan
kemampuan peserta didik.
7. Bermakna. Penilaian
hasil belajar oleh pendidik hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti,
bermanfaat, dan dapat ditindaklanjuti oleh semua pihak, terutama guru, peserta
didik, dan orangtua serta masyarakat.
8. Sistematis. Penilaian
dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang
baku.
9. Akuntabel. Penilaian
dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
10. Beracuan
Kriteria. Penilaian
didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
2.3 Penilaian
Otentik
Asesmen autentik adalah pengukuran yang
bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Istilah asesmen merupakan sinonim dari
penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi. Istilah autentik merupakan
sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Dalam kehidupan akademik
keseharian, frasa asesmen autentik dan penilaian autentik sering dipertukarkan.
Akan tetapi, frasa pengukuran atau pengujian autentik, tidak lazim digunakan.
Secara konseptual asesmen
autentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan dengan tes
pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan asesmen autentik untuk
mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru menerapkan kriteria
yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba,
dan nilai prestasi luar sekolah.
Untuk mendapatkan
pemahaman cukup komprehentif mengenai arti asesmen autentik, berikut ini
dikemukakan beberapa definisi. Dalam American Librabry Associationasesmen autentik didefinisikan
sebagai proses evaluasi untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan
sikap-sikap peserta didik pada aktifitas yang relevan dalam pembelajaran.
Dalam Newton
Public School, asesmen autentik diartikan sebagai penilaian atas produk dan
kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik.
Wiggins mendefinisikan asesmen autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada
peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam
aktifitas-aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan
membahas artikel, memberikan analisa oral terhadap peristiwa, berkolaborasi
dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.
Asesmen Autentik dan Tuntutan Kurikulum 2013
Asesmen autentik memiliki
relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan
tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan
peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi,
menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Asesmen autentik
cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan
peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih
autentik. Karenanya, asesmen autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik
terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata
pelajaran yang sesuai.
.Kata lain dari asesmen
autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian proyek.
Asesmen autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode
yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang
miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu,
memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius. Asesmen autentik dapat
juga diterapkan dalam bidang ilmu tertentu seperti seni atau ilmu pengetahuan
pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses atau hasil pembelajaran.
Asesmen autentik sering
dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunkan standar tes berbasis norma,
pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, atau membuat jawaban
singkat. Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses
pembelajaran, karena memang lzim digunakan dan memperoleh legitimasi secara
akademik. Asesmen autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim,
atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Dalam asesmen autentik,
seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta didik dapat
melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan
dinilai.
Peserta didik diminta
untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka
meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta
mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru
menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian
keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.
Asesmen autentik mencoba
menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan
keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu
merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi
pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan
berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka
lakukan.
Asesmen autentik sering
digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik, karena berfokus
pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang
subjek. Asesmen autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana
mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu
menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat
mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa
pula kegiatan remidial harus dilakukan.
Asesmen Autentik dan Belajar Autentik
Asesmen autentik
mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Menurut Ormiston belajar autentik
mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam kenyataannya di
luar sekolah. Asesmen Autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian.Pertama,
pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil
jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua,
penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja
yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk
menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keteampilan, dan
pengetahuan yang ada.
Dengan demikian, asesmen
autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara terbaik agar semua
siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu yang berbeda.
Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui penyelesaian
tugas di mana peserta didik telah memainkan peran aktif dan kreatif.
Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi
perkembangan pribadi mereka.
Dalam pembelajaran
autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan
saintifik, memahahi aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain
secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang
luar sekolah. Di sini, guru dan peserta didik memiliki tanggung jawab
atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang mereka ingin pelajari,
memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan bertanggungjawab untuk tetap pada
tugas. Asesmen autentik pun mendorong peserta didik mengkonstruksi,
mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan
mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru.
Sejalan dengan deskripsi
di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru autentik.” Peran
guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian. Untuk
bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria tertentu
seperti disajikan berikut ini.
1. Mengetahui
bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain
pembelajaran.
2. Mengetahui
bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan mereka
sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai
bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
3. Menjadi
pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan
pemahaman peserta didik.
4. Menjadi
kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan
menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen autentik adalah
komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun 1990an. Wiggins (1993)
menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk mengukur prestasi, seperti
tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-lain telah gagal
mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam ini telah
gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar
sekolah atau masyarakat.
Asesmen hasil belajar
yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum, karena tidak
menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar peserta didik. Ketika
asesmen tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak mampu
menggambarkan kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap derajat
sikap, keterampilan, dan kemampuan berpikir yang diartikulasikan dalam banyak
mata pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula asesmen autentik memperoleh
traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan apa pun yang dipakai dalam penilaian
tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun demikian, sudah saatnya
guru profesional pada semua satuan pendidikan memandu gerakan memadukan potensi
peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui asesmen proses dan hasil
belajar yang autentik.
Data asesmen autentik
digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan kelayakan
akuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu.
Data asesmen autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif,
maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dari asesmen otentif berupa narasi atau
deskripsi atas capaian hasil belajar peserta didik, misalnya, mengenai
keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya.
Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau
daftar cek (checklist) untuk menilai tanggapan relatif peserta didik
relatif terhadap kriteria dalam kisaran terbatas dari empat atau lebih tingkat
kemahiran (misalnya: sangat mahir, mahir, sebagian mahir, dan tidak mahir).
Rubrik penilaian dapat berupa analitik atau holistik. Analisis holistik
memberikan skor keseluruhan kinerja peserta didik, seperti menilai kompetisi
Olimpiade Sains Nasional.
Jenis-jenis Asesmen Autentik
Dalam rangka melaksanakan
asesmen autentik yang baik, guru harus memahami secara jelas tujuan yang
ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya
berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan
dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan
dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses. Beberapa jenis asesmen
autentik disajikan berikut ini.
1) Penilaian
Kinerja
Asesmen autentik sebisa
mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya dalam proses dan
aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan meminta para
peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan
untuk menentukan kriteria penyelesaiannya. Dengan menggunakan informasi ini,
guru dapat memberikan umpan balik terhadap kinerja peserta didik baik dalam
bentuk laporan naratif mauun laporan kelas. Ada beberapa cara berbeda untuk
merekam hasil penilaian berbasis kinerja:
a) Daftar
cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya
unsur-unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam
sebuah peristiwa atau tindakan.
b) Catatan
anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara guru
menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta
didik selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan
seberapa baik peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan.
c) Skala
penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala
numerik berikut predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2
= kurang, 1 = kurang sekali.
d) Memori
atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara
mengamati peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan.
Guru menggunakan informasi dari memorinya untuk menentukan apakah peserta didik
sudah berhasil atau belum. Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun tidak cukup
dianjurkan.
Penilaian kinerja
memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama,
langkah-langkah kinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja
yang nyata untuk suatu atau beberapa jenis kompetensi tertentu. Kedua,
ketepatan dan kelengkapan aspek kinerja yang dinilai. Ketiga,
kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan oleh peserta didik untuk
menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Keempat, fokus utama dari
kinerja yang akan dinilai, khususnya indikator esensial yang akan
diamati. Kelima, urutan dari kemampuan atau keerampilan peserta
didik yang akan diamati.
Pengamatan atas kinerja
peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks
untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk
menilai keterampilan berbahasa peserta didik, dari aspek keterampilan
berbicara, misalnya, guru dapat mengobservasinya pada konteks yang,
seperti berpidato, berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan
diperoleh keutuhan mengenai keterampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati
kinerja peserta didik dapat menggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian
sikap, observasi perilaku, pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.
Penilaian-diri (self
assessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja. Penilaian diri
merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai
dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran
tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif,
afektif dan psikomotor.
Penilaian
ranah sikap. Misalnya, peserta didik diminta mengungkapkan curahan
perasaannya terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang
telah disiapkan.
Penilaian
ranah keterampilan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai
kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan
kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penilaian
ranah pengetahuan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai
penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari
suatu mata pelajaran tertentu berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
Teknik penilaian-diri
bermanfaat memiliki beberapa manfaat positif. Pertama, menumbuhkan
rasa percaya diri peserta didik. Kedua, peserta didik menyadari
kekuatan dan kelemahan dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan
melatih peserta didik berperilaku jujur. Keempat, menumbuhkan
semangat untuk maju secara personal.
2) Penilaian
Proyek
Penilaian proyek (project
assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus
diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian
tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan
penyajian data. Dengan demikian, penilaian proyek bersentuhan dengan aspek
pemahaman, mengaplikasikan, penyelidikan, dan lain-lain.
Selama mengerjakan sebuah
proyek pembelajaran, peserta didik memperoleh kesempatan untuk mengaplikasikan
sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Karena itu, pada setiap penilaian
proyek, setidaknya ada tiga hal yang memerlukan perhatian khusus dari guru.
1. Keterampilan
peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data, mengolah dan
menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.
2. Kesesuaian
atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
3. Originalitas
atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh
peserta didik.
Penilaian proyek berfokus
pada perencanaan, pengerjaan, danproduk proyek. Dalam kaitan ini serial
kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan rancangan dan
instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan.
Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek, skala penilaian, atau
narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.
Produk akhir dari sebuah
proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus. Penilaian produk dari sebuah
proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk hasil akhir secara
holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian
atas kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti makanan, pakaian,
hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan lain-lain), barang-barang
terbuat dari kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan karya
logam. Penilaian secara analitik merujuk pada semua kriteria yang
harus dipenuhi untuk menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara holistik
merujuk pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas produk yang
dihasilkan.
Penilaian portofolio
merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan kemajuan dan
dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa
berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi
secara berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi
berdasarkan beberapa dimensi.
Penilaian portofolio
merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang
menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran
yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang
releban dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik
atau mata pelajaran tertentu. Fokus penilaian portofolio
adalah kumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada
satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru,
meski dapat juga oleh peserta didik sendiri.
Memalui penilaian
portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar peserta
didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat karangan,
puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur,
laporan penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar penilaian itu, guru
dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan sesuai dengan tuntutan
pembelajaran. Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan
langkah-langkah seperti berikut ini.
1. Guru
menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
2. Guru
atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.
3. Peserta
didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru
menyusun portofolio pembelajaran.
4. Guru
menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai,
disertai catatan tanggal pengumpulannya.
5. Guru
menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
6. Jika
memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen portofolio
yang dihasilkan.
7. Guru
memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.
Meski konsepsi asesmen
autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis yang lazim dilaksanakan
pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil pembelajaran tetap lazim
dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan uraian.
Memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban terdiri dari
pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak, menjodohkan, dan
sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian atau melengkapi,
jawaban singkat atau pendek, dan uraian.
Tes tertulis berbentuk
uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atasmateri
yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat
komprehentif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik.
Pada tes tertulis
berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikan jawabannya sendiri yang
berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh nilai yang sama.
Misalnya, peserta didik tertentu melihat fenomena kemiskinan dari sisi pandang
kebiasaan malas bekerja, rendahnya keterampilan, atau kelangkaan sumberdaya
alam. Masing-masing sisi pandang ini akan melahirkan jawaban berbeda, namun
tetap terbuka memiliki kebenarann yang sama, asalkan analisisnya benar. Tes
tersulis berbentuk esai biasanya menuntut dua jenis pola jawaban, yaitu jawaban
terbuka (extended-response) atau jawaban terbatas (restricted-response).
Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang diberikan oleh guru. Tes semacam
ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil belajar peserta
didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.
2.4 Macam-Macam
Skala Pengukuran
Skala pengukuran
merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk mengkuantitatifkan data dari
pengukuran suatu variable. Dalam melakukan analisis statistik, perbedaan
jenis data sangat berpengaruh terhadap pemilihan model atau alat uji statistik.Tidak
sembarangan jenis data dapat digunakan oleh alat uji tertentu. Macam-macam
skala pengukuran dapat berupa skala nominal, ordinal, interval dan ratio.
Skala Nominal..
Pengukuran dengan skala
nominal merupakan tingkat mengkategorikan, memberi nama dan menghitung
fakta-fakta dari obyek yang diteliti. Dimana angka yang diberikan pada obyek
hanya mempunyai arti sebagai label saja dan tidak menunjukkan tingkatan yang
berarti. Contoh, kita dapat menempatkan individu untuk kategori seperti
laki-laki dan perempuan tergantung pada jenis kelamin mereka, atau kecerdasan
dengan kategori tinggi dan rendah berdasarkan nilai intelijen.
Skala Ordinal
Skala (ukuran) ordinal
adalah skala yang merupakan tingkat ukuran kedua, yang berjenjang sesuatu yang
menjadi ‘lebih’ atau ‘kurang’ dari yang lainnya. Ukuran ini digunakan untuk
mengurutkan objek dari yang terendah hingga tertinggi dan sebaliknya yang berarti
peneliti sudah melakukan pengukuran terhadap variable yang diteliti. Contohnya
adalah: A lebih besar atau lebih baik dari pada B, B lebih besar dari atau
lebih baik dari daripada C, dan seterusnya. Hubungan tersebut ditunjuk oleh
simbol ‘>’ yang berarti ‘Lebih besar dari’ mengacu pada atribut tertentu.
Kita bisa melanjutkan dengan latihan sebelumnya untuk membuatnya lebih jelas.
Perlu diingat bahwa hubungan antara kedua peringkat adalah tidak bisa di
gambarkan secara rinci bahwa nilai A adalah dua kali lipat dari B atau A empat
kali lipat dari C.
Skala Interval
Merupakan tingkat
pengukuran ke tiga, dimana pemberian angka pada set objek yang memilih sifat
ordinal, ditambah dengan satu sifat yang lain, yakni memberikan nilai absolute
pada data/objek yang akan diukur. Ukuran rasio ini mempunyai nilai nol (0)
absolute (tidak ada nilainya). Contoh Interval adalah timbangan
seperti skala Fahrenheit dan IQ.
Skala Rasio
Merupakan tingkat
pengukuran tertinggi, dimana ukuran ini mencakup semua persyaratan pada ketiga
jenis ukuran sebelumnya, ditambah dengan satu sifat yang lain, yakni ukuran ini
memberikan nilai absolute pada data/objek yang akan diukur. Ukuran rasio ini
mempunyai nilai nol (0).
Contoh : penghasilan pegawai 0 (berarti
pegawai itu tidak menerima uang sedikitpun).
Sebuah bentuk skala akan
mengingatkan kita pada alat ukur termometer, penggaris, atau mungkin dipandang
sebagai satu item pengukuran, seperti dalam skala Likert. Hal ini menjadikan
skala sebagai cara untuk mengukur secara sistematis yang ditetapkan berdasarkan
skor atau nilai pada skala yang dipilih. Meskipun sejumlah skala yang ada
dapat dibuat untuk mengukur atribut orang, benda, peristiwa, dan sebagainya,
semua skala memiliki empat tipe dasar yaitu: Nominal, Ordinal, Interval dan
Rasio.
Skala ini sebenarnya merupakan empat hirarki
prosedur pengukuran, terendah dalam hirarki adalah skala nominal dan yang
tertinggi adalah skala pengukuran ratio. Itulah sebabnya ‘Tingkat pengukuran’
ini telah digunakan oleh beberapa sarjana dalam pembuatan dan penggunaan skala
pengukuran.
a. Tes
Tes adalah suatu alat yang berisi
serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh
peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Tes merupakan salah
satu bentuk instrumen yang terdiri atas sejumlah pertanyaan, atau butir-butir
soal yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi melalui jawaban
responden atau peserta tes. Dengan demikian, fungsi tes adalah sebagai alat
ukur. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1) Tes
merupakan prosedur yang sistematis dalam arti bahwa butir-butir dalam tes
ditulis dan disusun menurut cara dan aturan tertentu;
2) Tes
berisi sampel perilaku artinya butir-butir tes tersebut dapat mewakili secara
representatif ranah perilaku yang diukur;
3) Tes
mengukur perilaku, artinya butir-butir dalam tes menghendaki agar subjek
menunjukkan hal yang diketahui atau hal yang dipelajari dengan cara menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam tes;
4) Tes
merupakan alat pengumpul informasi, artinya melalui serangkaian tugas atau
butir-butir tes yang dijawab peserta tes, maka dapat diketahui berbagai
kemampuan yang dimiliki peserta tes.
Syarat-syarat tes yang
baik adalah:
a) Sahih
(valid) artinya mengukur yang seharusnya diukur
b) Konsisten
(reliable) artinya hasil pengukuran selalu konsisten bila dilaksanakan pada
siswa yang sama dalam waktu dan kondisi yang berlainan.
c) Sampel
representatif, artinya tes hasil belajar ang digunakan dapat mewakili materi
pelajaran yang tercakup dalamprogram pengajaran.
d) Kesesuaian
tujuan dan fungsi tes
e) Jenis
pertanyaan sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diharapkan
f) Mampu
membedakan kemampuan peserta didik
g) Mudah
digunakan, artinya tes tidak memberatkan dalam menskor atau mengadministrasi.
b. Hubungan
Tes, Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Berdasarkan pengertian tes diatas dan
pembahasan di awal makalah mengenai pengukuran, penilaian dan evaluasi, maka
terlihat bahwa tes, pengukuran, penilaian dan evaluasi
memiliki perbedaan arti dan fungsi. Namun semuanya tak dapat dipisahkan dalam
dunia pendidikan sebab semuanya memiliki keterkaitan yang erat.
Tes adalah alat ukur yang
digunakan untuk mengukur. Tes merupakan alat utama yang digunakan untuk melalui
proses pengukuran penilaian dan evaluasi. Pengukuran dan penilaian juga
merupakan dua proses yang bekesinambungan. Pengukuran dilaksanakan
terlebih dahulu yang menhasilkan skor dan dari hasil pengukuran kita dapat
melaksanakan penilaian. Antara penilaian dan evaluasi sebenarnya memiliki
persamaan yaitu keduanya mempunyai pengertian menilai atau menentukan
nilai sesuatu, disamping itu juga alat yang digunakan untuk mengumpulkan
datanya juga sama. Evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Pada
hakikatnya keduanya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai
suatu objek. Sedangkan perbedaannya terletak pada ruang lingkup dan
pelaksanaannya. Ruang lingkup penilaian lebih sempit dan biasanya hanya
terbatas pada salah satu komponen atau aspek saja, seperti prestasi belajar.
Pelaksanaan penilaian biasanya dilakukan dalam konteks internal. Ruang lingkup
evaluasi lebih luas, mencangkup semua komponen dalam suatu sistem dan dapat
dilakukan tidak hanya pihak internal tetapi juga pihak eksternal. Evaluasi dan
penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes
merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran lebih
membatasi pada gambaran yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang
kemajuan belajar peserta didik, sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat
kualitatif. Keputusan penilaian tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran,
tetapi dapat pula didasarkan hasil pengamatan dan wawancara.
BAB III
PENUTUP
Pengertian pengukuran, penilaian dan evaluasi
adalah sebagai berikut. Pengukuran (measurement)
adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari
suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik
tertentu. Penilaian(assessment) adalah
penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Evaluasi
adalah kegiatan mengukur dan menilai. Mengukur lebih besifat kuantitatif,
sedangkan menilai lebih bersifat kualitatif.
Peranan penilaian dalam pembelajaran adalah penilaian
memiliki peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran.
Oleh karena itu perlu dirancang dan didesaen sedemikian rupa sehingga penilaian
tersebut memberikan makna bagi setiap orang yang terlibat didalamnya.
Penilaian Otentik adalah
proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan
belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru
agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan
benar. Skala pengukuran merupakan seperangkat
aturan yang diperlukan untuk mengkuantitatifkan data dari pengukuran suatu
variable.
Skala pengukuran
merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk mengkuantitatifkan data dari
pengukuran suatu variable. Dalam melakukan analisis statistik, perbedaan
jenis data sangat berpengaruh terhadap pemilihan model atau alat uji statistik.Tidak
sembarangan jenis data dapat digunakan oleh alat uji tertentu. Macam-macam
skala pengukuran dapat berupa skala nominal, ordinal, interval dan ratio.
Hubungan antara tes,
pengukuran dan evaluasi yaitu tes merupakan alat utama yang digunakan untuk
melalui proses pengukuran penilaian dan evaluasi. Pengukuran dan penilaian juga
merupakan dua proses yang bekesinambungan. Pengukuran dilaksanakan terlebih
dahulu yang menhasilkan skor dan dari hasil pengukuran kita dapat melaksanakan
penilaian.
No comments:
Post a Comment