Friday, July 29, 2016

Masa Abu Bakar (khalifah pertama)



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran, maka Khulafaurrasidin adalah para pengganti Nabi. Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga para pengganti Nabi tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk menentukan sebuah hukum baru, namun mereka termasuk pelaksana hukum.
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1.      Bagaimana Kepemimpinan setelah Rasulullah SAW ?
2.      Bagaimana Kekhalifahan Abu Bakar ?
C.  Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui Kepemimpinan setelah Rasulullah SAW.
2.      Untuk mengetahui Kekhalifahan Abu Bakar.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Abu Bakar (632-634 M)
1. Khalifah Pertama
Pada tahun 632 M Abu Bakar akhirnya di lantik sebagai khalifah pertama setelah Nabi Muhammad Saw. Abu Bakar sangat di kenal sebagai pemimpin yang sederhana. Sebagai amirul mukminin misalnya, Beliau masih tinggal disebuah rumah diluar kota yang amat sederhana dan selama enam bulan mondar mandir ketempat kerjanya di Madinah untuk melaksanakan tugas.
Diserambi masjid madinah Amirul Mukminin memutuskan berbagai kebijaksanaan penting bagi Perkembangan Islam. Selama itu Beliau dikenal sebagai pemimpin yang tegas, tanpa kompromi, termasuk ketika diputuskan untuk menghukum Tulaiha dan Musaelimah yang telah mendakwakan diri sebagai nabi-nabi pengganti Nabi Muhammad Saw. Tindakan itu sangat bijaksana karena dapat menegakkan kemurnian aqidah Islam yang menyatakan bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rasul terakhir.
Salah satu kebijaksaan monumental yang diambil Abu Bakar adalah rencana perluasan pengaruh Islam ke seantero dunia arab, tepatnya kesiria dan kawasan bekas kerajaan Mesopotamia untuk melaksanakan rencana itu Abu Bakar mengangkat Khalid bin Walid, seorang bekas Panglima Pasukan kaum Quraisy pada waktu perang uhud yang mengalahkan pasukan Islam.
Dibawah kepemimpinan Panglima Khalid bin Walid pasukan Islam mampu mengubah pikiran orang-orang Bitantium yang selama ini di pandang lemah. Selama ini Pasukan Islam selalu dibayangkan sebagai gerombolan liar orang-orang baduwi pengembara, kemudian terbukti dengan strategi serangan kilat. Pasukan Islam mampu mengalahkan pasukan Siria setelah mengepung selama 6 bulan, serangan kejutan itu terjadi karena Khalid bin Walid berhasil melakukan gerakan cepat mengarungi padang pasir lewat pintu belakang yang bergerak dari Irak Selatan. Tampaknya konsep gerakan melingkar itu diambil dari keberhasilannya dalam mengalahkan pasukan Islam di uhud ketika dia masih belum menjadi Islam. Namun sukses itu terjadi dimasa Umar bin Khatab.

2. Sukses-sukses yang dialami
Hanya dua tahun Abu Bakar memangku jabatan sebagai Khalifah pertama masyarakat Islam, jadi tidak mengalami masa jatuhnya Siria. Pengabdiannya itu terpaksa diakhiri karena maut telah datang tanpa dapat dicegah. Sejarah mencatat selama masa jabatannya itu Abu Bakar telah berhasil menganugerahkan sejumlah sukses. Pertama, dibawah masa ke Pemimpinannya Islam telah tersebar di Mesopotamia. Kedua, dalam waktu bersamaan dua tokoh nabi palsu telah berhasil di lenyapkan, yaitu Tulaihah dan Musaelimah. Ketiga, disamping itu gagasannya untuk melakukan kodifikasi Qur’an telah menunjukkan hasil awal yaitu mengumpulkan naskah, naskah yang sebelumnya masih terserak.
Semula Abu Bakar termasuk yang menolak gagasan mengodifikasi Qur’an, karena dianggap bid’ah atau tidak ada contoh dari Nabi. Selama masa hidup Nabi memang tidak pernah muncul problem perlu tidaknya kodifikasi Qur’an maupun hadits, sebab segala sesuatunya dapat langsung ditanyakan kepada Nabi.
Kesadarannya untuk mulai melakukan kodifikasi bangkit ketika menyaksikan banyaknya para penghafal Qur’an yang gugur dalam perang penyebaran agama. Untuk mencegah jangan sampai Qur’an musnah bersamaan dengan gugurnya para penghafal, maka Abu Bakar mulai memerintahkan untuk mengumpulkan naskah-naskah Qur’an yang ditulis di kulit-kulit domba maupun tulang belulang hewan. Itu sebabnya Kemudian Abu Bakar dikenal sebagai Pelopor kodifikasi Qur’an.[1]

3.    Musyawarah safiqah bani sa’idah
Nabi muhammad saw. Wafat tanpa menentukan pengganti, terutama dalam perannya sebagai pemimpin masyarakat dan pemimpin politik yang secara konspektual masih di perdebatkan dan ditentang oleh Ali Abd al-Raziq. Oleh karena itu, musyawarah dalam rangka menentukan pengganti nabi  SAW. Sebagai pemimpin politik yang dilakukan di saqifah bani saidah atas dasar keyakinan bahwa Nabi SAW. Tidak menentukan penggantinya hingga wafat.
Setelah Nabi wafat dan Abu Bakar berpidato untuk meyakinkan masyarakat islam bahwa Nabi Muhammad Saw telah wafat.
“Allah swt. telah memilih Muhammad sebagai Rasul-Nya, membawa petunjuk dan kebenaran. Sehingga diajaklah kita kepada Islam dan dipeganglah ubun-ubun kita sehingga hati kita ikut terpengaruh dengan seruan tersebut. Kami-lah kaum Muhajirin yang pertama memeluk Islam, kamilah keluarga terdekat Rasulullah dan kami-lah suatu kabilah yang boleh dikatakan menjadi pusat perhubungan semua kabilah di tanah Arab ini, tidak ada satu kabilahpun yang tidak memiliki hubungan dengan kami. Dan kalian (kaum Anshar) juga memiliki kelebihan dan kemuliaan, kalianlah yang telah membela dan menolong kami, kalianlah wazir-wazir besar kami dan Rasulullah dalam memperjuangkan agama ini, kalianlah saudara kandung kami di bawah lindungan kitabullah, kalianlah kongsi kami dalam agama, baik di waktu senang maupun susah. Demi Allah tidak ada kebaikan yang kita dapati, melainkan semua kebaikan itu kalianpun ikut serta menanamnya. Kalianlah orang yang sangat kami cintai, paling kami muliakan dan orang-orang yang pantas takluk kepada kehendak Allah mengikuti akan perintah-Nya. Janganlah kalian dengki kepada saudara kalian (Muhajirin), sebab kalianlah sejak dulu orang yang sudi menderita kemelaratan demi membela kami. Sungguh aku percaya bahwa haluan kalian masih belum berubah kepada kami, kalian masih tetap cinta kepada Muhajirin. Aku percaya kalian tidak akan menghalangi kaum Muhajirin, sungguh aku percaya kalian tidak akan dengki kepada kami. Sekarang aku berseru kepada kalian untuk memilih salah seorang dari dua sahabat ini, yaitu Abu ‘Ubaidah dan Umar, aku yakin keduanya sanggup memikul tanggung jawab ini (menjadi khalifah) dan keduanya memang ahlinya”. [2]
Sahabat Nabi Saw berpencar-pencar : pertama : sahabat Nabi Saw. Dari kalangan Anshar telah bergabung dengan Sa’ad ibn Ubadah  di pertemuan saqifah bani sa’idah. Kedua : sahabat dari kalangan muhajirin-Ali ibnu Abi Thalib, Zubair Ibn al-Awwam, dan Thalhah Ibn ‘ubaidillah-tinggal di rumah fatimah ra; dan ketiga : kalangan muhajirin selain tiga tokoh tersebut bergabung dengan abu bakar.
Dalam situasi terpencar-pencar, tiba-tiba seseorang datang yang memberi kabar kepada abu bakar dan umar yang menyatakan bahwa kalangan anshar telah berkumpul di saqifah bani sa’idah untuk mengangkat pemimpin politik, padahal jenazah Nabi Saw belum dikuburkan. Sahabat Nabi Saw dari kalangan anshar yang berkumpul di saqifah bani saidah telah sepakat untuk mengangkat Sa’ad Ibn ubadah untuk menjadi memimpin umat islam tanpa dihadiri kalangan muhajirin. Setelah Sa’ad Ibn Ubadah selesai pidato, sahabat Nabi dari kalangan Ansahr berkata : ‘kami serahkan persoalan ini ke tanganmu; demi kepentingan umat islam, engkaulah pemimpin kami.”
Abu Bakar dan Umar akhirnya datang ke saqifah bani sa’idah. Kemudian Abu Bakar berbicara di hadapan Anshar yang sedang bermusyawarah dengan memberikan tawaran yang berupa bagian wewengan (power sharing) agar umat islam tidah pecah belah dengan mengatakan : “kami yang menjadi amir (pemimpin) dan dari kalian yang menjadi menteri.”
Salah seorang diantara mereka menanggapi tawaran Abu Bakar dengan emosi dengan berkata : “Dari kami diangkat seorang pemimpin; dan dari kalian diangkat juga seorang pemimpin wahai sekalian orang Quraisy.”
Dalam situasi yang genting tersebut, Basyir Ibn Sa’d Abu al-Nu’man Ibn Basyir berdiri dan berkata : “Wahai sekalian Anshar aku bersumpah demi Allah bahwa kamilah yang berjuang dalam melawan orang-orang musyrik; dan kami yang lebih awal memeluk agama ini; kami tidak mengharapkan apa-apa kecuali ridha Allah dan taat kepada Nabi kami. Sesungguhnya Allah adalah pemberi kekuatan semua itu. Ingatlah, sesungguhnya  Muhammad Saw adalah berasal dari kalangan Quraisy; dan kaumnya yang lebih berhak dan lebih utama (untuk mewarisinya). Demi Allah, Allah tidak akan menghargai orang yang menentang ini selamanya. Takwalah kepada Allah; janganlah menyalahi mereka dan juga jangan memusuhinya.”
Setelah ketegangan ini mulai mereda, akhirnya Abu Bakar menawarkan Umar dan Abu Ubaidah (keduanya dari kalangan muhajirin) dan mempersilahkan sahabat dari kalangan Anshar untuk membai’at salah satu di antara mereka. Akan tetapi keduanya menolak dan berkata ; engkau (Abu Bakar) adalah muhajirin yang paling utama; engkaulah yang menyertai Nabi Saw selama di gua Tsur dan menggantikan Nabi Saw menjadi imam shalat ketika Nabi Saw berhalangan; shalat adalah pekerjaan utama bagi umat islam; maka engkau layak untuk di utamakan. Akhirnya Abu Bakar diangkat menjadi khalifah pertama setelah melalui musyawarah di saqifah bani sa’idah.

4.    Kepemimpinan dan Tindakan Abu Bakar
Kepemimpinan Abu Bakar dimulai setelah melakukan bai’at (sumpah setia): pertama,  bai’at dilakukan oleh kalangan terkemuka dari kalangan Muhajirin dan Anshar di saqifah bani Sa’idah; dan kedua, bai’at umum yang dilakukan oleh umat islam yang hadir di masjid.
Di awal kepemimpinan, Abu Bakar dihadapkan pada beberapa persoalan keagamaan dan kenegaraan, diantaranya:
a.    Penolakan zakat (mani’ al-zakat)
Suku atau kabilah yang menolak zakat adalah Abs dan Zubyan. Penolakan mereka kemungkinan didasarkan pada dua alasan: kikir atau karena mereka menganggap bahwa zakat merupakan upeti yang tidak berlaku lagi ketika Nabi Saw wafat. Disamping itu, mereka juga menunjukkan sikap politik pembangkangan, yaitu menyatakan tidak tunduk lagi kepada Abu Bakar. Jadi, penolakan pembayaran zakat merupakan simbol ketidaktundukan secara politik. Abu Bakar dihadapkan pada situasi yang sulit, dan akhirnya di adakan musyawarah yang dihadiri para sahabat besar untuk mengatasi para pembangkang. Dalam musyawarah tersebut muncul dua pendapat: pertama, membiarkan mereka dan diharapkan dapat membantu umat islam dalam menghadapi musuh lain dan berarti tidak mentolelir pembangkangan dan sekaligus menambah musuh umat islam. Umar cenderung untuk tidak memerangi mereka; sedangkan Abu Bakar bersikukuh akan memerangi mereka. Kabilah Abs, Zubyan, Banu Kinanah, Gatafan, dan Fazarah mengutus utusan kepada Abu Bakar dengan mengatakan bahwa kami akan melaksanakan shalat tapi tidak akan menunaikan zakat. Abu Bakar menjawab ia akan memerangi siapa pun yang tidak menunaikan zakat.
b.   Nabi palsu dan Riddat
Segera setelah sukses Abu Bakar as Shidiq, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas muncul. Beberapa suku  Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed menyatakan murtad atau membangkang kepada Khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lama, yakni menyembah berhala. Suku-suku tersebut menyatakan bahwa hanya memiliki perjanjian dengan Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, kematian Nabi Muhammad saw menjadi alasan sehingga perjanjian tersebut tidak berlaku lagi.
Nabi-nabi palsu yang ingin menghancurkan Islam diantaranya:
1.      Al- Anwad al Ansi memimpin  pasukan suku Badui di Yaman. mereka berhasil merebut Najran dan San'a. akan tetapi Al  Aswad al Ansi terbunuh oleh saudara gubernur Yaman. Ketika Zubair bin Awwam datang di Yaman Al Ansi telah terbunuh. Pasukan Islam berhasil menguasi Yaman.
2.      Thulaihah bin Thuwailid al Asadi mengangap dirinya sebagai nabi. pengikutnya berasal dari Bani Asad, Gatafan  dan Bani Amir. Abu Bakar as Siddiq mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. pertempuran teradi  di dekat sumur Buzakhah. Pasukan muslim berhasil mengalahkan mereka.
3.      Malik bin Nuwairah merupakan pemimpin Bani Yarbu' dan Bani Tamim. Sepeninggal Nabi Muhammad saw,mereka tidak mengakui Islam. Pasukan Khalid bin Walid kemudian bergerak menuju perkampungan mereka. Dalam pertempuran yang sengit. Malik bin Nuwairah mati terbunuh.
4.      Musailamah al Kazab mengaku dirinya sebagai Nabi. Ia didukung oleh Bani Hanifah di Yamamah. Ia mengawini Sajah yang mengaku sebagai nabi di kalangan Kristen. mereka berhasil menyusun Pasukan dengan kekuatan 40.000 orang. Khalifah Abu Bakar as Siddiq  mengirimkan Ikrimah bin Abu Jahal dan Syurahbil bin Hasanah. pada mulanya pasukan Islam terdesak. Akan tetapi, pasukan bantuan mereka datang dipimpin Khalid  bin Walid. Pasukan Musailamah berhasil dikalahkan. 10.000 orang kaum murtad mati terbunuh, Ribuan kaum muslimin gugur dalam perang ini, termasuk penghafal Al-Qur'an. Perang ini dinamakan Perang Yamamah dan merupakan yang paling besar diantara perang melawan kaum murtad lainya.
Setelah berhasil mengalahkan pasukan kaum murtad, pasukan muslim bergerak menuju Bahrain, Oman dan Yaman. Serangkaian perang melawan kaum murtad tersebut dinamakan Perang Riddah. Kemenangan dipihak kaum muslimin.[3]
Sejumlah negeri yang penduduknya murtad dijadikan sasaran oleh Abu Bakar dalam rangka mengembalikan mereka kepada islam: al-‘ala’ Ibn al-Hadhrami ke bahrain, Ikrimah Ibn Abi Jahl di utus ke Amman, al-muhajir Ibn bani Umayah diutus ke Nujair, dan Ziyad Ibn lubaid al-Anshari di utus kebeberapa daerah yang terdapat orang yang murtad. Disamping itu, Abu Bakar juga telah memperluas wilayah dengan menaklukkan Irak dan Syam; dan bahkan sudah mulai bertempur melawan Byzantium (romawi).
Khalifah Abu Bakar telah meletakkan peraturan berperang yang  dijadikan pegangan bagi para pewira militer dan pejabat lainnya. Diantara peraturan tersebut adalah: (a) orang tua, wanita, dan anak-anak tidak boleh dibunuh; (b) biarawan tidak boleh dianiaya dan tempat ibadah mereka tidak boleh dirusak; (c) mayat yang gugur tidak boleh dirusak; (d) pohon-pohon tidak boleh ditebang, hasil panen tidak boleh dibakar, dan tempat tinggal tidak boleh dirusak; (e) perjanjian-
perjanjian dengan agama lain harus dihormati; dan (f) orang-orang yang menyerah harus diberi hak yang sama dengan hak-hak penduduk islam.[4]
c.    Pembagian Wilayah
Pada masa kepimpinan Abu Bakar, perluasan wilayah telah dilakukan dan di setiap wilayah dibentuk semacam gubernur (penguasa daerah) yang memerintah pada wilayah tertentu yang disertai dengan pasukan perang.
Tiga hal yang menjadi pegangan utama para da'i atau tentara Islam saat memasuki daerah baru adalah :
1.      Dianjurkan masuk Islam, maka jiwa serta hartanya akan dilindungi.
2.      Boleh tidak masuk Islam, tetapi membayar Jizyah (pajak perlindungan yang sangat ringan) maka jiwa dan hartanya dilindungi.
3.      Jika menentang, mereka akan diperangi.
Ketiga itulah membuat para da'i atau tentara Islam disambut dengan penuh sukacita ketika memasuki suatu wilayah baru. Bahkan rakyat suatu daerah sangat mengharapkan kedatangan da'i atau tentara Islam. Hal itu menunjukkan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.
Beberapa wilayah yang menjadi penyebaran Islam adalah wilayah yang dikuasai Kekaisaran Persia dan Bizantium. Khalifah Abu Bakar as Siddiq mengirimkan dua panglima yaitu Khalid bin Walid dan Musanna bin Harits. mereka mampu menguasai Hirah dan beberapa kota lainya yaitu Anbar, Daumatul Jandal dan Fars. Peperangan dihentikan setelah Abu Bakar as Siddiq memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Suriah. Pada akhir tahun 12 H, Kekaisaran Bizantium dijadikan Kota Damaskus, suriah sebagai pusat pemerintahan di wilayah Arab dan sekitarnya. untuk menghadapi mereka. Khalifah Abu Bakar as Siddiq mengirimkan beberapa pasukan yaitu : (1) Pasukan Yazid bin Abu Sufyan dikirim ke memerintah di Damaskus, (2) Pasukan Amru bin As dikirim ke dan memerintah di Palestina, (3) Pasukan Syura hbil bin Hasanah dikirim ke dan memerintah di Ardan (Yordania), (4) Pasukan Abu Ubaidah bin Jarrah dikirim ke dan memerintah di  Hims.
Ketika itu pasukan Islam berjumlah 18.000. Pasukan Romawi 240.000 orang. Menghadapi  jumlah pasukan yang sangat besar, pasukan muslim mengalami kesulitan. Khalifah Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Syam. Berjalan mereka selama 18 hari melewati 2 padang sahara yang belum pernah dilewatinya.
Pertempuran akhirnya pecah di pinggir sungai Yarmuk, sehingga dinamakan perang Yarmuk. Ketika perang sedang terjadi ada kabar bahwa Abu Bakar meninggal. Beliau digantikan  Umar bin Khattab. Khalid bin Walid kemudian digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Peperangan ini dimenangkan oleh pasukan Islam dan menjadi kunci utama runtuhnya kekuasaan Bizantium di Tanah Arab.[5]
Wilayah-wilayah lain dan amir serta walinya adalah: (a) Amir kota Makkah adalah Atab Ibn Asyad; (b) Amir kota Tha’if adalah Utsman Ibn Abi al-‘Ash;    (c) Wali kota Shan’a adalah al-Muhajir Ibn Abi Umayah; (d) Wali kota Hadhramaut adalah Ziyad Ibn Labid; (e) Wali kota Khaulan adalah Ya’la Ibn Umayah; (f) Wali kota Zubaid wa Rima’ adalah Abu Musa al-‘Asy’ari; (g) Amir kota Jand adalah Mu’adz Ibn Jabal; (h) Wali kota Najran adalah Jarir Ibn ‘Abd Allah: (i) Wali kota Jarsy adalah Abd Allah Ibn Tsaur; dan (j) Wali kota Bahrain adalah al-‘Ala’ Ibn al-Hadhrami. Abu Bakar tidak mengangkat perdana menteri dan sekretaris. Akan tetapi, ia telah membentuk bala harta umum (Bayt al-Mal) untuk kepentingan umat Islam.[6]
d.   Pengumpulan Mushaf Al-Qur’an
Hasil karya masa Khalifah Abu Bakar as Shiddiq yang masih dapat kita rasakan hingga sekarang adalah adanya Mushaf Al-Qur'an. Ketika itu, Al-Qur'an tertulis dalam berbagai benda yang berserakan di berbagai tempat. Usaha ini dilaksanakan atas saran Umar bin Khattab yang saat itu menjadi penasehat utama Khalifah Abu Bakar as Siddiq.
   Alasan Umar bin Khattab mengusulkan pengumpulan Al-Qur'an tertulis diberbagai tempat adalah banyaknya para penghafal Al-Qur'an yang meninggal dalam perang Yamamah. Perang Yamamah merupakan perang dalam mengatasi orang-orang murtad yang mengkhawatirkan Umar. Ia khawatir karena dalam perang Yamamah terdapat 1200 tentara Islam yang gugur syahid dan 39 orang diantaranya adalah sahabat besar yang hafal al-qur’an. Kekhawatiran Umar mendorongnya untuk usul kepada khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan al-qur’an dengan alasan bahwa dengan meninggalnya para penghafal al-qur’an, berarti pelestarian al-qur’an telah rusak dan penyelamatannya dilakukan dengan cara ditulis dan dikumpulkan.
Perdebatan terjadi antara Umar dengan Abu Bakar. Umar bertahan dengan argumentasinya; dan Abu Bakar -pada awalnya-menolak gagasan tersebut dnegan alasan bahwa pengumpulan al-qur’an tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Perdebatan antara Umar dan Abu Bakar diatasi oleh Zaid In Tsabit dengan menyetujui gagasan Umar, yakni mengumpulkan Al-qur’an.
Kelebihan pengumpulan ayat al-qur’an pada fase ini terletak pada dua peristiwa: pertama,  pada waktu itu ditemukan ayat al-qur’an yang hanya ada di tangan Khuzaimah Ibn Tsabit al-Anshari-yang tidak terdapat dalam tulisan ulama lain, yaitu QS. At-Taubah (9):128-129); dan kedua, ditemukannya QS. Al-Ahzab (33); 23 yang juga hanya ada di tangan Khuzaimah Ibn Tsabit al-Anshari.
Lembaran-lembaran yang berisi tulisan Al-qur’an yang telah dikumpulkan, disimpan di sisi Abu Bakar hingga beliau wafat; kemudian ia disimpan di sisi Umar juga hingga ia wafat; dan akhirnya ia disimpan di rumah Hafshah binti Umar ra. Menurut Abu Abd Allah al-Janjani, pengumpulan Al-qur’an pada zaman Abu Bakar dilakukan dengan cara mengumpulkan ayat-ayat al-qur’an yang ditulis di tulang, pelepah (kulit) kayu, dan batu kemudian disalin oleh Zaid Ibn Tsabit di atas kulit hewan yang telah disamak.[7]


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Nabi muhammad saw. Wafat tanpa menentukan pengganti, terutama dalam perannya sebagai pemimpin masyarakat. Setelah ketegangan ini mulai mereda, akhirnya Abu Bakar menawarkan Umar dan Abu Ubaidah (keduanya dari kalangan muhajirin) dan mempersilahkan sahabat dari kalangan Anshar untuk memabai’at salah satu di antara mereka. Akan tetapi keduanya menolak dan berkata ; engkau (Abu Bakar) adalah muhajirin yang paling utama; engkaulah yang menyertai Nabi Saw selama di gua Tsur dan menggantikan Nabi Saw menjadi imam shalat ketika Nabi Saw berhalangan. Akhirnya Abu Bakar diangkat menjadi khalifah pertama setelah melalui musyawarah di saqifah bani sa’idah.

B.  Saran
Alhamdulillah, Akhirnya dengan do’a dan usaha, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap supaya makalah ini dapat berguna dan dapat dimanfaatkan oleh kalangan banyak. Dan penulis berharap kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman sekalian. Terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

Abu Su’ud, Islamologi, (Jakarta:Asdi Maha Satya;2003)
http://badruzzaman4.wordpress.com/2013/02/28/kekhalifahan-abu-bakar/
http://komed45.blogspot.com/2012/05/1-masa-kholifah-abu-bakar-as-shidiq.html
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy;2004)



[1] Abu Su’ud, Islamologi, (Jakarta:Asdi Maha Satya;2003) hal. 55-56
[2] http://badruzzaman4.wordpress.com/2013/02/28/kekhalifahan-abu-bakar/
         [3] http://komed45.blogspot.com/2012/05/1-masa-kholifah-abu-bakar-as-shidiq.html
         [4] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy;2004)  hal.41-45
[5] http://komed45.blogspot.com/2012/05/1-masa-kholifah-abu-bakar-as-shidiq.html
      [6] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy;2004) hal. 46
[7] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy;2004), hal. 47

No comments:

Post a Comment