BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh
siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang
kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah
yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum
muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang
benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan
yang selalu berdiri diatas kebenaran, maka Khulafaurrasidin adalah para
pengganti Nabi. Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga
para pengganti Nabi tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk
menentukan sebuah hukum baru, namun mereka termasuk pelaksana hukum.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah yang akan dibahas
sebagai berikut:
1. Bagaimana Kepemimpinan setelah
Rasulullah SAW ?
2. Bagaimana Kekhalifahan Abu Bakar ?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Kepemimpinan setelah
Rasulullah SAW.
2. Untuk mengetahui Kekhalifahan Abu Bakar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa Abu Bakar (632-634 M)
1. Khalifah Pertama
Pada tahun 632
M Abu Bakar akhirnya di lantik sebagai khalifah pertama setelah Nabi Muhammad
Saw. Abu Bakar sangat di kenal sebagai pemimpin yang sederhana. Sebagai
amirul mukminin misalnya, Beliau masih tinggal disebuah rumah diluar kota yang amat sederhana
dan selama enam bulan mondar mandir ketempat kerjanya di Madinah untuk
melaksanakan tugas.
Diserambi
masjid madinah Amirul Mukminin memutuskan berbagai kebijaksanaan penting bagi Perkembangan
Islam. Selama itu
Beliau dikenal sebagai pemimpin yang tegas, tanpa kompromi, termasuk ketika
diputuskan untuk menghukum Tulaiha dan Musaelimah yang telah mendakwakan diri
sebagai nabi-nabi pengganti Nabi Muhammad Saw. Tindakan itu sangat bijaksana
karena dapat menegakkan kemurnian aqidah Islam yang menyatakan bahwa Muhammad
adalah Nabi dan Rasul terakhir.
Salah satu kebijaksaan monumental yang diambil Abu Bakar
adalah rencana perluasan pengaruh Islam ke seantero dunia arab, tepatnya
kesiria dan kawasan bekas kerajaan Mesopotamia untuk melaksanakan rencana itu
Abu Bakar mengangkat Khalid bin Walid, seorang bekas Panglima Pasukan kaum
Quraisy pada waktu perang uhud yang mengalahkan pasukan Islam.
Dibawah kepemimpinan Panglima Khalid bin Walid pasukan
Islam mampu mengubah pikiran orang-orang Bitantium yang selama ini di pandang lemah. Selama ini Pasukan Islam selalu dibayangkan sebagai gerombolan liar
orang-orang baduwi pengembara, kemudian terbukti dengan strategi serangan kilat. Pasukan Islam mampu mengalahkan pasukan Siria
setelah mengepung selama 6 bulan, serangan kejutan itu terjadi karena Khalid
bin Walid berhasil melakukan gerakan cepat mengarungi padang pasir lewat pintu
belakang yang bergerak dari Irak Selatan. Tampaknya konsep gerakan melingkar
itu diambil dari keberhasilannya dalam mengalahkan pasukan Islam di uhud ketika
dia masih belum menjadi Islam. Namun
sukses itu terjadi dimasa Umar bin Khatab.
2. Sukses-sukses yang dialami
Hanya dua tahun Abu Bakar memangku jabatan sebagai
Khalifah pertama masyarakat Islam, jadi tidak mengalami masa jatuhnya Siria. Pengabdiannya itu terpaksa diakhiri karena maut telah datang tanpa
dapat dicegah. Sejarah mencatat selama masa jabatannya itu Abu Bakar telah
berhasil menganugerahkan sejumlah sukses. Pertama, dibawah masa ke Pemimpinannya Islam telah tersebar di Mesopotamia. Kedua, dalam waktu bersamaan dua tokoh nabi palsu telah berhasil di
lenyapkan, yaitu Tulaihah dan Musaelimah. Ketiga, disamping
itu gagasannya untuk melakukan kodifikasi Qur’an telah menunjukkan hasil awal
yaitu mengumpulkan naskah, naskah yang sebelumnya masih terserak.
Semula Abu Bakar termasuk yang menolak gagasan
mengodifikasi Qur’an, karena dianggap bid’ah atau tidak ada contoh dari Nabi.
Selama masa hidup Nabi memang tidak pernah muncul problem perlu tidaknya
kodifikasi Qur’an maupun hadits, sebab segala sesuatunya dapat langsung
ditanyakan kepada Nabi.
Kesadarannya untuk mulai melakukan kodifikasi bangkit
ketika menyaksikan banyaknya para penghafal Qur’an yang gugur dalam perang
penyebaran agama. Untuk mencegah jangan sampai Qur’an musnah bersamaan dengan
gugurnya para penghafal, maka Abu Bakar mulai memerintahkan untuk mengumpulkan
naskah-naskah Qur’an yang ditulis di kulit-kulit domba maupun tulang belulang
hewan. Itu sebabnya Kemudian Abu Bakar dikenal sebagai Pelopor kodifikasi
Qur’an.[1]
3. Musyawarah
safiqah bani sa’idah
Nabi muhammad saw. Wafat tanpa menentukan pengganti, terutama dalam
perannya sebagai pemimpin masyarakat dan pemimpin politik yang secara
konspektual masih di perdebatkan dan ditentang oleh Ali Abd al-Raziq. Oleh
karena itu, musyawarah dalam rangka menentukan pengganti nabi SAW. Sebagai pemimpin politik yang dilakukan
di saqifah bani saidah atas dasar keyakinan bahwa Nabi
SAW. Tidak menentukan penggantinya hingga wafat.
Setelah Nabi wafat dan Abu Bakar berpidato untuk meyakinkan
masyarakat islam bahwa Nabi Muhammad Saw telah wafat.
“Allah swt. telah memilih Muhammad sebagai Rasul-Nya, membawa
petunjuk dan kebenaran. Sehingga diajaklah kita kepada Islam dan dipeganglah
ubun-ubun kita sehingga hati kita ikut terpengaruh dengan seruan tersebut.
Kami-lah kaum Muhajirin yang pertama memeluk Islam, kamilah keluarga terdekat
Rasulullah dan kami-lah suatu kabilah yang boleh dikatakan menjadi pusat
perhubungan semua kabilah di tanah Arab ini, tidak ada satu kabilahpun yang
tidak memiliki hubungan dengan kami. Dan kalian (kaum Anshar) juga memiliki kelebihan
dan kemuliaan, kalianlah yang telah membela dan menolong kami, kalianlah
wazir-wazir besar kami dan Rasulullah dalam memperjuangkan agama ini, kalianlah
saudara kandung kami di bawah lindungan kitabullah, kalianlah kongsi
kami dalam agama, baik di waktu senang maupun susah. Demi Allah tidak ada
kebaikan yang kita dapati, melainkan semua kebaikan itu kalianpun ikut serta
menanamnya. Kalianlah orang yang sangat kami cintai, paling kami muliakan dan
orang-orang yang pantas takluk kepada kehendak Allah mengikuti akan
perintah-Nya. Janganlah kalian dengki kepada saudara kalian (Muhajirin), sebab
kalianlah sejak dulu orang yang sudi menderita kemelaratan demi membela kami.
Sungguh aku percaya bahwa haluan kalian masih belum berubah kepada kami, kalian
masih tetap cinta kepada Muhajirin. Aku percaya kalian tidak akan menghalangi
kaum Muhajirin, sungguh aku percaya kalian tidak akan dengki kepada kami.
Sekarang aku berseru kepada kalian untuk memilih salah seorang dari dua sahabat
ini, yaitu Abu ‘Ubaidah dan Umar, aku yakin keduanya sanggup memikul tanggung
jawab ini (menjadi khalifah) dan keduanya memang ahlinya”. [2]
Sahabat Nabi Saw berpencar-pencar : pertama : sahabat Nabi Saw. Dari kalangan Anshar telah bergabung
dengan Sa’ad
ibn Ubadah di pertemuan saqifah bani sa’idah. Kedua : sahabat dari kalangan muhajirin-Ali
ibnu Abi Thalib, Zubair Ibn al-Awwam, dan Thalhah Ibn ‘ubaidillah-tinggal di
rumah fatimah ra; dan ketiga :
kalangan muhajirin selain tiga tokoh tersebut bergabung dengan abu bakar.
Dalam situasi terpencar-pencar, tiba-tiba seseorang datang yang
memberi kabar kepada abu bakar dan umar yang menyatakan bahwa kalangan anshar
telah berkumpul di saqifah bani sa’idah untuk mengangkat pemimpin politik,
padahal jenazah Nabi Saw belum dikuburkan. Sahabat Nabi Saw dari kalangan
anshar yang berkumpul di saqifah bani saidah telah sepakat untuk mengangkat
Sa’ad Ibn ubadah untuk menjadi memimpin umat islam tanpa dihadiri kalangan
muhajirin. Setelah Sa’ad Ibn Ubadah selesai pidato, sahabat Nabi dari kalangan
Ansahr berkata : ‘kami serahkan persoalan ini ke tanganmu; demi kepentingan
umat islam, engkaulah pemimpin kami.”
Abu Bakar dan Umar akhirnya datang ke saqifah bani sa’idah.
Kemudian Abu Bakar berbicara di hadapan Anshar yang sedang bermusyawarah dengan
memberikan tawaran yang berupa bagian wewengan (power sharing) agar umat islam tidah pecah belah dengan
mengatakan : “kami yang menjadi amir (pemimpin) dan dari kalian yang menjadi
menteri.”
Salah seorang diantara mereka menanggapi tawaran Abu Bakar dengan
emosi dengan berkata : “Dari kami diangkat seorang pemimpin; dan dari kalian
diangkat juga seorang pemimpin wahai sekalian orang Quraisy.”
Dalam situasi yang genting tersebut, Basyir Ibn Sa’d Abu al-Nu’man
Ibn Basyir berdiri dan berkata : “Wahai sekalian Anshar aku bersumpah demi
Allah bahwa kamilah yang berjuang dalam melawan orang-orang musyrik; dan kami
yang lebih awal memeluk agama ini; kami tidak mengharapkan apa-apa kecuali
ridha Allah dan taat kepada Nabi kami. Sesungguhnya Allah adalah pemberi
kekuatan semua itu. Ingatlah, sesungguhnya
Muhammad Saw adalah berasal dari kalangan Quraisy; dan kaumnya yang
lebih berhak dan lebih utama (untuk mewarisinya). Demi Allah, Allah tidak akan
menghargai orang yang menentang ini selamanya. Takwalah kepada Allah; janganlah
menyalahi mereka dan juga jangan memusuhinya.”
Setelah ketegangan ini mulai mereda, akhirnya Abu Bakar menawarkan
Umar dan Abu Ubaidah (keduanya dari kalangan muhajirin) dan mempersilahkan
sahabat dari kalangan Anshar untuk membai’at salah satu di antara mereka. Akan
tetapi keduanya menolak dan berkata ; engkau (Abu Bakar) adalah muhajirin yang
paling utama; engkaulah yang menyertai Nabi Saw selama di gua Tsur dan
menggantikan Nabi Saw menjadi imam shalat ketika Nabi Saw berhalangan; shalat
adalah pekerjaan utama bagi umat islam; maka engkau layak untuk di utamakan.
Akhirnya Abu Bakar diangkat menjadi khalifah pertama setelah melalui musyawarah
di saqifah bani sa’idah.
4.
Kepemimpinan dan Tindakan Abu Bakar
Kepemimpinan Abu Bakar dimulai setelah melakukan bai’at (sumpah
setia): pertama, bai’at dilakukan oleh kalangan terkemuka dari
kalangan Muhajirin dan Anshar di saqifah bani Sa’idah; dan kedua, bai’at umum yang dilakukan oleh umat islam yang hadir di
masjid.
Di awal kepemimpinan, Abu Bakar dihadapkan pada beberapa persoalan
keagamaan dan kenegaraan, diantaranya:
a.
Penolakan zakat (mani’
al-zakat)
Suku atau kabilah yang menolak zakat adalah Abs dan Zubyan. Penolakan
mereka kemungkinan didasarkan pada dua alasan: kikir atau karena mereka
menganggap bahwa zakat merupakan upeti yang tidak berlaku lagi ketika Nabi Saw
wafat. Disamping itu, mereka juga menunjukkan sikap politik pembangkangan,
yaitu menyatakan tidak tunduk lagi kepada Abu Bakar. Jadi, penolakan pembayaran
zakat merupakan simbol ketidaktundukan secara politik. Abu Bakar dihadapkan
pada situasi yang sulit, dan akhirnya di adakan musyawarah yang dihadiri para
sahabat besar untuk mengatasi para pembangkang. Dalam musyawarah tersebut
muncul dua pendapat: pertama,
membiarkan mereka dan diharapkan dapat membantu umat islam dalam menghadapi
musuh lain dan berarti tidak mentolelir pembangkangan dan sekaligus menambah
musuh
umat islam. Umar cenderung untuk tidak memerangi mereka; sedangkan Abu Bakar
bersikukuh akan memerangi mereka. Kabilah Abs, Zubyan, Banu Kinanah, Gatafan,
dan Fazarah mengutus utusan kepada Abu Bakar dengan mengatakan bahwa kami akan
melaksanakan shalat tapi tidak akan menunaikan zakat. Abu Bakar menjawab ia
akan memerangi siapa pun yang tidak menunaikan zakat.
b.
Nabi palsu dan Riddat
Segera setelah sukses Abu
Bakar as Shidiq, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas
muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed menyatakan
murtad atau membangkang kepada Khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa
diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara
utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lama, yakni
menyembah berhala. Suku-suku tersebut menyatakan bahwa hanya memiliki
perjanjian dengan Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, kematian Nabi Muhammad
saw menjadi alasan sehingga perjanjian tersebut tidak berlaku lagi.
Nabi-nabi palsu yang
ingin menghancurkan Islam diantaranya:
1. Al- Anwad al Ansi memimpin pasukan
suku Badui di Yaman. mereka berhasil merebut Najran dan San'a. akan tetapi Al
Aswad al Ansi terbunuh oleh saudara gubernur Yaman. Ketika Zubair bin
Awwam datang di Yaman Al Ansi telah terbunuh. Pasukan Islam berhasil menguasi
Yaman.
2. Thulaihah bin Thuwailid al Asadi mengangap dirinya
sebagai nabi. pengikutnya berasal dari Bani Asad, Gatafan dan Bani
Amir. Abu Bakar as Siddiq mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin
Walid. pertempuran teradi di dekat sumur Buzakhah. Pasukan muslim
berhasil mengalahkan mereka.
3. Malik bin Nuwairah merupakan pemimpin
Bani Yarbu' dan Bani Tamim. Sepeninggal Nabi Muhammad saw,mereka tidak mengakui
Islam. Pasukan Khalid bin Walid kemudian bergerak menuju perkampungan mereka.
Dalam pertempuran yang sengit. Malik bin Nuwairah mati terbunuh.
4. Musailamah al Kazab mengaku dirinya
sebagai Nabi. Ia didukung oleh Bani Hanifah di Yamamah. Ia mengawini Sajah yang
mengaku sebagai nabi di kalangan Kristen. mereka berhasil menyusun Pasukan
dengan kekuatan 40.000 orang. Khalifah Abu Bakar as Siddiq
mengirimkan Ikrimah bin Abu Jahal dan Syurahbil bin Hasanah.
pada mulanya pasukan Islam terdesak. Akan tetapi, pasukan bantuan mereka datang
dipimpin Khalid bin Walid. Pasukan Musailamah berhasil dikalahkan. 10.000
orang kaum murtad mati terbunuh, Ribuan kaum muslimin gugur dalam perang
ini, termasuk penghafal Al-Qur'an. Perang ini dinamakan Perang Yamamah
dan merupakan yang paling besar diantara perang melawan kaum murtad lainya.
Setelah berhasil
mengalahkan pasukan kaum murtad, pasukan muslim bergerak menuju Bahrain, Oman
dan Yaman. Serangkaian perang melawan kaum murtad tersebut dinamakan Perang
Riddah. Kemenangan dipihak kaum muslimin.[3]
Sejumlah negeri yang penduduknya murtad dijadikan sasaran oleh Abu
Bakar dalam rangka mengembalikan mereka kepada islam: al-‘ala’ Ibn al-Hadhrami
ke bahrain, Ikrimah Ibn Abi Jahl di utus ke Amman, al-muhajir Ibn bani Umayah
diutus ke Nujair, dan Ziyad Ibn lubaid al-Anshari di utus kebeberapa daerah
yang terdapat orang yang murtad. Disamping itu, Abu Bakar juga telah memperluas
wilayah dengan menaklukkan Irak dan Syam; dan bahkan sudah mulai bertempur
melawan Byzantium
(romawi).
Khalifah Abu Bakar telah meletakkan peraturan berperang yang dijadikan pegangan bagi para pewira militer
dan pejabat lainnya. Diantara peraturan tersebut adalah: (a) orang tua, wanita,
dan anak-anak tidak boleh dibunuh; (b) biarawan tidak boleh dianiaya dan tempat
ibadah mereka tidak boleh dirusak; (c) mayat yang gugur tidak boleh dirusak;
(d) pohon-pohon tidak boleh ditebang, hasil panen tidak boleh dibakar, dan
tempat tinggal tidak boleh dirusak; (e) perjanjian-
perjanjian dengan agama lain harus dihormati; dan (f) orang-orang
yang menyerah harus diberi hak yang sama dengan hak-hak penduduk islam.[4]
c.
Pembagian
Wilayah
Pada masa kepimpinan Abu Bakar, perluasan wilayah telah dilakukan
dan di setiap wilayah dibentuk semacam gubernur (penguasa daerah) yang
memerintah pada wilayah tertentu yang disertai dengan pasukan perang.
Tiga hal yang menjadi pegangan utama para da'i atau tentara Islam saat
memasuki daerah baru adalah :
1. Dianjurkan masuk Islam, maka jiwa serta hartanya akan dilindungi.
2. Boleh tidak masuk Islam, tetapi membayar Jizyah (pajak perlindungan yang
sangat ringan) maka jiwa dan hartanya dilindungi.
3. Jika menentang, mereka akan diperangi.
Ketiga itulah membuat
para da'i atau tentara Islam disambut dengan penuh sukacita ketika memasuki
suatu wilayah baru. Bahkan rakyat suatu daerah sangat mengharapkan kedatangan
da'i atau tentara Islam. Hal itu menunjukkan bahwa Islam adalah rahmat bagi
seluruh alam.
Beberapa wilayah yang
menjadi penyebaran Islam adalah wilayah yang dikuasai Kekaisaran Persia dan Bizantium. Khalifah
Abu Bakar as Siddiq mengirimkan dua panglima yaitu Khalid bin Walid dan Musanna
bin Harits. mereka mampu menguasai Hirah dan beberapa kota lainya yaitu Anbar, Daumatul
Jandal dan Fars. Peperangan dihentikan setelah Abu Bakar as Siddiq memerintahkan
Khalid bin Walid berangkat menuju Suriah. Pada akhir tahun 12 H, Kekaisaran Bizantium
dijadikan Kota Damaskus, suriah sebagai pusat pemerintahan di wilayah Arab dan
sekitarnya. untuk menghadapi mereka. Khalifah Abu Bakar as Siddiq mengirimkan
beberapa pasukan yaitu : (1) Pasukan Yazid bin Abu Sufyan dikirim ke memerintah
di Damaskus, (2) Pasukan Amru bin As dikirim ke dan memerintah di Palestina,
(3) Pasukan Syura hbil bin Hasanah dikirim ke dan memerintah di Ardan
(Yordania), (4) Pasukan Abu Ubaidah bin Jarrah dikirim ke dan memerintah
di Hims.
Ketika itu pasukan
Islam berjumlah 18.000. Pasukan Romawi 240.000 orang. Menghadapi
jumlah pasukan yang sangat besar, pasukan muslim mengalami kesulitan.
Khalifah Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Syam.
Berjalan mereka selama 18 hari melewati 2 padang sahara yang belum
pernah dilewatinya.
Pertempuran akhirnya
pecah di pinggir sungai Yarmuk, sehingga dinamakan perang Yarmuk.
Ketika perang sedang terjadi ada kabar bahwa Abu Bakar meninggal. Beliau
digantikan Umar bin Khattab. Khalid bin Walid kemudian
digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Peperangan ini dimenangkan oleh pasukan
Islam dan menjadi kunci utama runtuhnya kekuasaan Bizantium di Tanah Arab.[5]
Wilayah-wilayah
lain dan amir serta walinya adalah: (a) Amir kota Makkah adalah Atab Ibn Asyad;
(b) Amir kota Tha’if adalah Utsman Ibn Abi al-‘Ash; (c) Wali kota Shan’a adalah al-Muhajir Ibn
Abi Umayah; (d) Wali kota Hadhramaut adalah Ziyad Ibn Labid; (e) Wali kota
Khaulan adalah Ya’la Ibn Umayah; (f) Wali kota Zubaid wa Rima’ adalah Abu Musa
al-‘Asy’ari; (g) Amir kota Jand adalah Mu’adz Ibn Jabal; (h) Wali kota Najran
adalah Jarir Ibn ‘Abd Allah: (i) Wali kota Jarsy adalah Abd Allah Ibn Tsaur;
dan (j) Wali kota Bahrain adalah al-‘Ala’ Ibn al-Hadhrami. Abu Bakar tidak
mengangkat perdana menteri dan sekretaris. Akan tetapi, ia telah membentuk bala
harta umum (Bayt al-Mal) untuk kepentingan umat Islam.[6]
d. Pengumpulan Mushaf Al-Qur’an
Hasil karya
masa Khalifah Abu Bakar as Shiddiq yang masih dapat kita rasakan hingga sekarang
adalah adanya Mushaf Al-Qur'an. Ketika itu, Al-Qur'an tertulis dalam berbagai
benda yang berserakan di berbagai tempat. Usaha ini dilaksanakan atas saran Umar
bin Khattab yang saat itu menjadi penasehat utama Khalifah Abu Bakar as Siddiq.
Alasan Umar bin Khattab mengusulkan pengumpulan Al-Qur'an tertulis
diberbagai tempat adalah banyaknya para penghafal Al-Qur'an yang meninggal
dalam perang Yamamah. Perang Yamamah merupakan perang dalam mengatasi orang-orang murtad yang
mengkhawatirkan Umar. Ia khawatir karena dalam perang Yamamah terdapat 1200 tentara Islam yang gugur syahid dan 39 orang
diantaranya adalah sahabat besar yang hafal al-qur’an. Kekhawatiran Umar
mendorongnya untuk usul kepada khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan al-qur’an
dengan alasan bahwa dengan meninggalnya para penghafal al-qur’an, berarti
pelestarian al-qur’an telah rusak dan penyelamatannya dilakukan dengan cara
ditulis dan dikumpulkan.
Perdebatan terjadi antara Umar dengan Abu
Bakar. Umar bertahan dengan argumentasinya; dan Abu Bakar -pada awalnya-menolak
gagasan tersebut dnegan alasan bahwa pengumpulan al-qur’an tidak dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW. Perdebatan antara Umar dan Abu Bakar diatasi oleh Zaid In
Tsabit dengan menyetujui gagasan Umar, yakni mengumpulkan Al-qur’an.
Kelebihan pengumpulan ayat al-qur’an pada fase
ini terletak pada dua peristiwa: pertama, pada waktu itu ditemukan ayat al-qur’an yang
hanya ada di tangan Khuzaimah Ibn Tsabit al-Anshari-yang tidak terdapat dalam
tulisan ulama lain, yaitu QS. At-Taubah (9):128-129); dan kedua, ditemukannya
QS. Al-Ahzab (33); 23 yang juga hanya ada di tangan Khuzaimah Ibn Tsabit
al-Anshari.
Lembaran-lembaran yang berisi tulisan
Al-qur’an yang telah dikumpulkan, disimpan di sisi Abu Bakar hingga beliau
wafat; kemudian ia disimpan di sisi Umar juga hingga ia wafat; dan akhirnya ia
disimpan di rumah Hafshah binti Umar ra. Menurut Abu Abd Allah al-Janjani,
pengumpulan Al-qur’an pada zaman Abu Bakar dilakukan dengan cara mengumpulkan
ayat-ayat al-qur’an yang ditulis di tulang, pelepah (kulit) kayu, dan batu
kemudian disalin oleh Zaid Ibn Tsabit di atas kulit hewan yang telah disamak.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nabi muhammad saw. Wafat tanpa menentukan pengganti, terutama dalam
perannya sebagai pemimpin masyarakat.
Setelah ketegangan ini mulai mereda, akhirnya Abu Bakar menawarkan Umar dan Abu
Ubaidah (keduanya dari kalangan muhajirin) dan mempersilahkan sahabat dari
kalangan Anshar untuk memabai’at salah satu di antara mereka. Akan tetapi
keduanya menolak dan berkata ; engkau (Abu Bakar) adalah muhajirin yang paling
utama; engkaulah yang menyertai Nabi Saw selama di gua Tsur dan menggantikan
Nabi Saw menjadi imam shalat ketika Nabi Saw berhalangan. Akhirnya Abu Bakar
diangkat menjadi khalifah pertama setelah melalui musyawarah di saqifah bani
sa’idah.
B. Saran
Alhamdulillah, Akhirnya dengan do’a dan usaha, penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap supaya makalah ini dapat berguna
dan dapat dimanfaatkan oleh kalangan banyak. Dan penulis berharap kritik dan
saran dari dosen pembimbing dan teman-teman sekalian. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Su’ud, Islamologi, (Jakarta:Asdi
Maha Satya;2003)
http://badruzzaman4.wordpress.com/2013/02/28/kekhalifahan-abu-bakar/
http://komed45.blogspot.com/2012/05/1-masa-kholifah-abu-bakar-as-shidiq.html
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Bani
Quraisy;2004)
No comments:
Post a Comment