Friday, July 29, 2016

KHAWARIJ (ilmu kalam)

                                                           KHAWARIJ (ilmu kalam)

BAB I
PENDAHULUAN
       A.       ..Latar Belakang Masalah
            Khawarij dalam terminology ilmu kalam merupakan suatu sekte/kelompok/aliran pengikut  Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (Tahkim). Munculnya aliran khawarij dilatar belakangi dari keputusan Ali bin Abi Thalib yang menerima ajakan  kelompok bughat (pemberontak) untuk menghentikan peperangan  dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M. Kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena  Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Kelompokan khawarij merasa sangat kecewa ketika Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah dan mengangkat Muawiyah menjadi khalifah pengganti Ali.Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Itulah sebabnya khawarij disebut juga dengan nama Hururiah, kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan Al-Mariqah. Dengan arahan Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Hurura, dan kelompok khawarij melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan Ali. 
B.  Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan teologi khawarij ?
2.Bagaimanakah doktrin-doktrin pokok khawarij ?
3.Bagaimanakah proses terjadinya  perkembangan khawarij  ?

       C.    ..Tujuan Pembahasan
            Tujuan pembahasan mengenai khawarij adalah untuk mengetahui latar terbentuknya khawarij dan mengetahui apa yang dimaksud dengan khawarij.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    ..PENGERTIAN KHAWARIJ
            Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Ini yang mendasari Syahrastani untuk menyebut khawarij tehadap orang yang memberontak imam yang sah. Berdasarkan pengertian etimonologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.[1]
            Ada pendapat yang mengatakan bahwa pemberian nama  itu didasarkan atas ayat 100 dari Surat Al-Nisa’,yang didalamnya disebutkan:”keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasul-Nya’’.Dengan demikian kaum khawarij memandang diri mereka sebagaiorang yang meniggalkan rumah dari kampong halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah Dan Rasul –Nya. [2]
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim). Dalam perang Siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengkataan khalifah. Kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena  memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.
 Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Muawiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin fudaki At-Tamimi, dan zaid bin Husein Ath-Tha’i. dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan.
            Setelah menerima ajakan damai.Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin  Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)nya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengrim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Muawiyah menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecewakan orang–orang khawarij. Mereka  membelot dengan mengatakan, ’’Mengapa kalian berhukum kepada manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada di sisi Allah.” Imam Ali menjawab. ”Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Itulah sebabnya khawarij disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan Al-Mariqah.
            Dengan arahan Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di Harura kelompok khawarij melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan juga Ali. Mereka mengangkat seorang pimpinan yang bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.

B...KHAWARIJ dan DOKTRIN-DOKTRIN POKOKNYA
            Di antara doktrin-doktrin pokok khawarij adalah berikut ini:
a. Khalifah atau imam harus dipilih  secara bebas oleh seluruh umat islam,
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat,
c. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman,
d. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Ustman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng,
e. Khalifah Ali  adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng,
f. Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir,
g. Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir,
h. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan risiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,
i. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-islam (negara islam),
j. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng,
k. Adanya wa’ad dan wa’id  (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka),
l. Amar ma’ruf nahi munkar,
m. Memalingkan  ayat-ayat Al-Quran yang tampak mutasabihat (samar),
n. Quran adalah makhluk,
o. Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
            Bila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori: politik, teologi  dan sosial. Dari poin a sampai dengan poin g dikategorikan sebagai doktrin politik sebab membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala Negara (Khilafah).
            Melihat pengertian politik secara praktis-yakni kemahiran bernegara, atau  kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalam memperoleh kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi dan hasrat mengapa manusia ingin memperoleh kekuasaan-Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Politik juga ternyata merupakan dokrin  Khawarij yang timbul sebagai reaksi terhadap keberadaan Muawiyah yang secara teoretis tidak pantas memimpin negara, karena ia seorang tulaqa. Kebencian ini bertambah dengan kenyataan bahwa keislaman Muawiyah belum lama.
            Mereka menolak untuk dipimpin orang yang dianggap tidak pantas. Jalan pintas yang ditempuhnya adalah membunuhnya, termasuk orang yang mengusahakannya menjadi khalifah. Dikumandangkanlah sikap bergerilya untuk membunuh mereka. Dibuat pulalah doktrin teologi tentang dosa besar sebagaimana tertera pada poin h dan k. Akibat doktrinnya yang menentang pemerintah. Khawarij harus menanggung akibatnya. Mereka selalu dikejar-kejar dan ditumpas oleh pemerintah. Kemudian perkembangannya, sebagaimana dituturkan Harun Nasution, kelompok ini sebagian besar sudah musnah. Sisa-sisanya terdapat di Zanzibar, Afrika Utara, dan Arabia Selatan.[3]
            Kaum khawarij mempunyai sikap yang berlebih-lebihan, sehingga mereka mengafirkan siapa saja yang berdiri di luar golongan mereka.Di samping itu,mereka menuntut sekeras-kerasnya, supaya pemerintah dibentuk secara publik. Yang menentang pendirian ini pun mereka anggap kafir pula.Lama juga usaha mereka ini baru dapat dilumpuhkan, yaitu sehingga berkobarnya api peperangan yang banyak sekali menelan korban kaum muslimin. Akhirya mereka lari kocar-kacir, bertebaran di pinggir-pinggir negeri Islam. Namun begitu, mereka tidak jera-jeranya menimbulkan huru-hara. Sisa-sisa mereka hingga sekarang masih terdapat di tepi-tepi negeri Afrika dan di pinggir-pinggir jazirah Arab.[4]
            Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Radikalitas itu sangat dipengaruhi oleh sisi budaya mereka yang juga radikal serta asal-usul mereka yang berasal dari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu menyebabkan watak watak dan pola pikirnya menjadi keras, berani, tidak bergantung pada orang lain, dan bebas. Namun, mereka fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatic itu biasanya mendorong seseorang berpikir simplisitis; berpengetahuan sederhana; melihat pesan berdasar motivasi pribadi, dan bukan berdasarkan pada data dan konsistensi logis; bersabdar lebih banyak pada sumber pesan (wadah) daripada isi pesan; mencari  informasi tentang kepercayaannya; dan menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan system kepercayaannya.
            Orang-orang yang mempunyai prinsip Khawarij ini sering menggunakan cara kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peranan penting.
            Adapun doktrin-doktrin selanjutnya yakni dari poin j sampai o, dapat dikategorikan sebagai doktrin teologis sosial. Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok Khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin Mu’tazilah, meskipun kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana kelompok Khawarij patut dikaji lebih mendalam. Dapat diasumsikan bahwa orang-orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama, sebagaimana dilakukan kelompok Khawarij, cenderung berwatak tekstualis/skripturalis sehingga menjadi fundamentalias. Kesan skripturalis dan fundamentalias itu tidak Nampak pada doktrin-doktrin khawarij pada poin j sampai o. Namun, bila doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin Khawarij, dapat diprediksikan bahwa kelompok Khawarij pada dasarnya merupakan orang-orang baik. Hanya saja, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis keras, yang aspirasinya dikucilkan dan diabaikan penguasa, ditambah oleh pola pikirnya yang simplistis, telah menjadikan mereka bersikap ekstrim.

https://www.youtube.com/watch?v=_7-F9ZSX6VQ

C...PERKEMBANGAN KHAWARIJ
            Sebagaimana  telah dikemukakan, khawarij telah  menjadikan imamah-khilafah [politik] sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin –doktrin teologis lainnya. Radikalitas  yang  melekat  pada  watak  dan perbuatan  kelompok  khawarij  menyebabkan  mereka  sangat  rentan  pada  perpecahan,  baik  secara  internal  kaum  khawarij  sendiri, maupun   secara  eksternal  dengan  sesama kelompok  islam  lainnya. Para  pengamat  berbeda  pendapat  tentang  jumlah  sekte  yang  terbentuk akibat perpecahan  yang  terjadi dalam tubuh Khawarij.Al-Bagdadi  mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi  18 subsekte. Adapun, Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan  bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
            Terlepas dari berapa banyak subsekte pecahan Khawarij, tokoh-tokoh yang disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte Khawarij yang besar  terdiri dari delapan macam, yaitu:


1. Al-Muhakkimah
2. AL-Azriqah
3. An-Nadjat
4. Al-Baihasiyah
5. Al- Ajaridah
6. As-Saalabiyah
7. Al-Abadiyah
8. As-Sufriyah


Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum bagi orang yang berbuat dosa besar, apakah ia masih dianggap mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya, doktrin teologi ini tetap menjadi primadona dalam pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin  lain  hanya pelengkap saja. Sayangnya, pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis daripada teoretis, sehingga criteria mukmin atau kafirnya seseorang menjadi tidak jelas. Hal ini menyebabkan-dalam kondisi tertentu-seseorang dapat disebut mukmin dan pada waktu yang bersamaan disebut sebagai kafir.
            Tindakan kelompok Khawarij ini merisaukan hati umat Islam saat itu, sebab dengan cap kafir yang diberikan salah satu subsekte tertentu Khawarij, jiwa seseorang harus melayang, meskipun oleh subsekte lain ia masih dikategorikan mukmin. Bahkan, dikatakan  bahwa  jiwa  seorang  yahudi  atau  majusi  masih lebih  berharga  dibandingkan  dengan  jiwa  seorang mukmin. Kendati pun demikian, ada  sekte khawarij  yang  agak  lunak, yaitu  sekte   nadjiyal  dan  lbadiyah.  Keduanya  membedakan  antara  kafir  nikmat  dan  kafir  agama.  Kafir  nikmat  hanya   melakukan  dosa  dan  tidak  berterima  kasih  kepada   allah. Orang  semacam ini, tidak  perlu  dikucilkan  dari  masyarakat.
            Semua aliran  yang  bersifat   radikal.  Pada  perkembangan  lebih  lanjut,  dikategorikan  sebagai  aliran khawarij, selama didalamnya  terdapat indikasi  doktin  yang  indentik  dengan  aliran ini I  Berkenaan   dengan  persoalan   ini  harun  nasution  mengidentifikasi  beberapa  indikasi  aliran  yang  dapat  dikategrikan  sebagai  aliran  khawarij, yaitu sebagai berikut ;
a.        Mudah mengafirkan   orang   yang   tidak   segolongan   dengan   mereka   walaupun  orang  itu  adalah  penganut   agama  islam,                      
b. Islam yang benar adalah islam yang mereka fahami dan amalkan, sedangkan islam sebagaimana yang difahami dan diamalkan golongan lain tidak benar,
c. Orang-orang islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali ke islam yang sebenarnya, yaitu islam seperti yang mereka pahami dan amalkan,
d. Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sefaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih iman dari golongan mereka sendiri, yakni imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan,
e. Mereka bersifat fanatik dalam faham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh unuk mencapai tujuan mereka.
Sifat –sifat khawarij lainnya yaitu sebagai berikut;
     a. Mencela dan menyesatkan,
     b. Buruk sangka,
     c. Berlebih-lebihan dalam beribadah,
     d. Keras terhadap sesama muslim dan memudahkan yang lainnya,
     c. Sedikit pengalamannya
Hal ini digambarkan dalam hadits bahwa orang-orang yang khawarij umurnya masih muda-muda yang hanya mempunyanyi bekal semangat.[5]
BAB III
PENUTUP
 A... KESIMPULAN
            Khawarij adalah aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar  meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap Ali yang meneriam paham tahkim. Khawarij  terdiri dari delapan golongan, yaitu:


a. Al-Muhakkimah
b. Al-azariqah
c. Al-nadjat
d, Al-Baihasiyah
e. Al-Ajaridah
f. As-Saalabiyah
g. Al-ibadiyah
h. Al-sufriyah


B.     KRITIK DAN SARAN
Alhamdulillah, Akhirnya dengan do’a dan usaha penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Kepada pembaca penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran karena makalah ini masih  banyak kekurangan dan semoga bermanfaat  bagi kita semua khususnya mahasiswa. Amin yarabbala’lamin.
                                                            DAFTAR PUSTAKA
Dr. Abdul Rozak,.. M.Ag, Drs Rosihon Anwar, M.Ag, ilmu kalam, Pustaka setia. Bandung,,2007
Syekh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Bulan Bintang, 1963
Harun Nasution, Teologi Islam, UI-Press, Jakarta, 2002,



[1]. Abdul Rozak, Rosihon Anwar,  Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2007, hal 49
[2].  Harun Nasution, Teologi Islam, UI-Press, Jakarta, 2002, hal. 13
[3] Abdul Rozak, Rosihon Anwar,  Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2007, hal 49-56
[4].  Syekh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Bulan Bintang, 1963 hal. 9
[5] Abdul Rozak, Rosihon Anwar,  Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2007, hal. 53-56

No comments:

Post a Comment