Sunday, January 7, 2018

Pendidikan Pranatal (Tarbiyah Qabl al-Wiladah) dan Pendidikan Pascanatal (Tarbiyah Ba’da al-Wiladah)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia, dari tidak tahu menjadi tahu, dari bodoh menjadi pandai dan dari buruk menjadi baik. Sebagai suatu proses, tentu saja pendidikan ini akan berlangsung secara berkelanjutan. Dari sinilah muncul istilah pendidikan seumur hidup (life long education). Dan ada juga yang menyebutnya pendidikan terus menerus ( continuing education).[1]
Islam sendiri membahas tentang proses Pendidikan Seumur Hidup. Dalam suatu riwayat Rasulullah SAW bersabda :
اُطْلُبِ الْعِلمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلىَ الّلحْدِ
Artinya: “Tuntutlah ilmu sejak masih dalam ayunan hingga ke liang lahat”.
Pengertian ayunan pada hadits di atas harus  dimaknai sebelum dilahirkan, artinya sudah adanya proses pendidikan sejak masih dalam kandungan. Jika kita teliti lebih jauh lagi, ternyata ada ayat al-qur’an dan hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan bahwa adanya proses pendidikan jauh sebelum itu, yaitu pada pemilihan jodoh, sebagai persiapan awal proses pendidikan. Ini semua sangat terbukti bahwa dalam Islam adanya Pendidikan Seumur Hidup. Pembahasan tentang pendidikan memiliki tahapan-tahapan tertentu, yang biasanya disebut dengan periode pendidikan Islam.
Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan memaparkan periode pendidikan Islam yang meliputi: (1) pendidikan prenatal (pemilihan jodoh dan pernikahan) dan (2) pendidikan pasca natal (Pendidikan bayi, kanak-kanak, anak-anak, dan dewasa). Serta tentang konsep pendidikan sepanjang hidup.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana proses pendidikan pranatal?
2.      Bagaimana proses pendidikan pasca natal?
3.      Apa saja konsep pendidikan sepanjang hayat?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memahami proses pendidikan pranatal.
2.      Untuk memahami proses pendidikan pasca natal.
3.      Untuk mengetahui konsep pendidikan sepanjang hayat.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendidikan Pranatal (Tarbiyah Qabl al-Wiladah)
Pendidikan pranatal adalah pendidikan sebelum masa melahirkan. Masa ini ditandai dengan fase pemilihan jodoh, pernikahan dan kehamilan.

1.      Fase Pemilihan Jodoh
Fase ini adalah fase persiapan bagi seseorang yang sudah dewasa atau sudah mapan untuk menghadapi hidup yaitu berkeluarga. Salah satu pendidikan yang harus dimiliki oleh seseorang dewasa itu adalah masalah pemilihan jodoh. Karena masalah ini, menjadi kepedulian utama dalam merancang pendidikan anak.
Berikut ini ada beberapa hadis yang berkenaan dengan pemilihan jodoh di antaranya:

a.      Pemilihan Calon Istri
Sabda Rasulullah SAW
1.      Artinya : Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang memiliki agama, akan beruntunglah kamu. (HR. Bukhari Muslim).[2]
2.      Artinya : Seleksi untuk air mani (calon istri) kamu sekalian, dan kawinilah oleh kamu sekalian orang-orang yang sama derajatnya. (HR. Daruquthni dan Ibnu Majah)[3]
3.      Artinya : Carilah untuk kalian wanita-wanita yang jauh, dan janganlah mencari wanita yang dekat (yang lemah badannya dan lemah otaknya).[4]
Dari penjelasan hadis Rasulullah di atas, maka dapatlah diambil beberapa syarat untuk memilih calon istri di antaranya :
1.      Saling mencintai antara kedua calon
2.      Memilih wanita karena agamanya agar mendapat berkah dari Allah SWT.
3.      Wanita yang sholeh
4.      Sama derajatnya dengan calon mempelai
5.      Wanita yang hidup di lingkungan yang baik
6.      Wanita yang jauh keturunannya dan jangan memilih wanita yang dekat sebab dapat menurunkan anak yang lemah jasmani dan bodoh.
7.      Wanita yang gadis dan subur (bisa melahirkan).

b.      Pemilihan Calon Suami
Mengenai calon suami Rasulullah bersabda :
Artinya : Apabila kamu sekalian didatangi oleh seorang yang agama dan akhlaknya kamu ridhai, maka kawinkanlah ia, jika kamu sekaliantidak melaksanakannya, maka akan menjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan. (HR.Tirmidzi)
Rasulullah SAW tidaklah hanya menganjurkan kepada seorang pria untuk memilih calon istri yang taat beragama, akan tetapi juga menganjurkan kepada wanita  untuk memilih calon suami yang taat beragama. 

2.      Fase Perkawinan/Pernikahan
Ada beberapa aspek yang dijelaskan oleh syariat Islam yang berhubungan dengan anjuran pernikahan di antaranya:
a.       Perkawinan merupakan sunnah Rasulullah saw.
b.       Perkawinan untuk ketentraman dan kasih sayang.
c.       Perkawinan untuk mendapatkan keturunan.
d.      Perkawinan untuk memelihara pandangan dan menjaga kemaluan dari kemaksiatan.
Setelah calon dipilih, diadakan peminangan dan selanjutnya dilaksanakan pernikahan dengan Walimatul al-Ursy nya. Dalam sebuah pernikahan yang sehat mengandung nilai-nilai pendidikan, yaitu :
(1)Peningkatan amal dan iman, (2) Pergaulan yang baik antara suami dengan istri, (3)Kerukunan dalam berumah tangga, (4)Memelihara sillaturrahim, (5) Mawas diri/berhati-hati dalam segala tindak dan perilaku.

3.  Fese kehamilan
     Salah satu tujuan rumah tangga adalah untuk mendapatkan seorang anak (keturunan). Karena itu, seorang istri berharap agar ia dapat melahirkan seorang anak.
Agar dapat memperoleh anak yang saleh, Islam mengajarkan agar selalu bermohon kepada Allah dengan membaca doa nabi Ibrahim, sebagai mana firman Allah SWT.
Artinya :“Ya Tuhanku berilah aku anak yana saleh” (QS. As-Shafat ayat 100).
Menurut Sabda Nabi, masa kehamilan memiliki beberapa tahapan, yaitu :
a.      Tahap Nuthfah
b.       Tahap ‘Alaqah
c.       Tahap Mudghah
Ada tiga faktor yang perlu dibicarakan berkaitan dengan proses pendidikan. Yaitu, pertama harus diyakini bahwa periode ini berawal dari adanya kehidupan (al-hayat). Kedua, setelah berbentuk daging (mudghah), Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya. Tamapaknya, ruh inilah yang menjadi tahap awal bergeraknya kehidupan psikis manusia. Ketiga, aspek yang paling penting adalah aspek agama..
Oleh karna itu proses pendidikan sudah dimulai semenjak anak dalam kandungan. Proses pendidikan ini dilaksanakan secara tidak langsung (inderect). Yaitu sebagai berikut :
1.      Seorang ibu yang telah hamil harus mendo’akan anaknya
2.      Ibu harus selalu menjaga dirinya agar tetap memakan makanan dan minuman yang halal
3.       Ikhlas mendidik anak
4.      Memenuhi kebutuhan istri
5.      Taqarrub kepada Allah melalui ibadah wajib dan sunah
6.      Kedua orang tua berakhlak mulia.

B.  Pendidikan Pascanatal (Tarbiyah Ba’da al-Wiladah)
Pendidikan pasca natal adalah pendidikan setelah kelahiran anak. Pendidikan ini terbagi menjadi lima fase, yaitu:

1.      Fase Bayi
Masa bayi disebut juga masa mulut (oral phase). Disebut demikian karena bayi dapat mencapai pemuasan kebutuhan hidupnya dengan menggunakan mulutnya. Ciri khas pada masa mulut adalah:
a.       Pada  bulan pertama bayi senang tidur.
b.      Hidupnya hanya makan.
c.       Seakan-akan belum ada hubungan dengan dunia luar ( pasif)
d.      Apabila bangun, bergerak-gerak secara spontan, menggelepar, membuka dan menutup tangan dan sebagainya.
e.       Pada umur empat bulan bayi mulai miring, membalikkan badan dan mengangkat kepala, kemudian belajar merangkak, duduk, berdiri dan pada umur 1 tahun dapat berjalan dengan bantuan.
f.       Perkembangan gerakan.
g.      Perasaan semula kabur, kemudian mulai timbal dengan lagu tangis yang bermacam-macam.
Dibandingkan fase perkembangan sebelum anak lahir ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya.
(a)Mengeluarkan zakat fitrah, (b)Mendapat hak waris, (c)Menyampaikan kabar gembira dan ucapn selamat atas kelahiran, (d)Menyuarakan azan dan ikomah ditelinga bayi, (e)Aqiqah, (f)Memberi Nama.

2.      Fase kanak-kanak.
Masa bayi ini dibagi pula kepada dua fase yaitu: fase anal, dan fase pra sekolah.
a.      Fase anal (1 – 3 tahun)
Ciri-ciri khas yang menonjol pada anak usia ini adalah :
1.      Mula-mula sudah dapat berjalan, walaupun belum stabil
2.      Mulai belajar makan sendiri
3.      Senang mendengar cerita yang berulang-ulang
4.      Senang mengerjakan hal yang berulang-ulang, misalnya menjatuhkan barang, dan apabila diberikan dijatuhkan lagi, demikian seterusnya sampai kita menjadi jengkel. Permainan seperti disebut menjatuhkan dan mengambil (drop and puul)
5.      Dalam belajar bahasa ia mulai aktif, dengan mulai bertanya “ni, pa”(ini apa?). karena itu jika anak sering bertanya maka jawablah pertanyaan sesuai dengaan tingkat perkembangan anak
6.      Pada umur 3 tahun mulai negatif. Tidak mudah menurut karena timbul kemauannya yang keras
7.      Mulai memperhatikan anak lain, mula-mula dengan menyentuh dengan jari, badan anak lain.

b.      Fase pra sekolah (3 – 6 tahun)
Karakteristik[5] anak pada fase ini:
1.      Dapat mengontrol tindakannya
2.      Selalu ingin bergerak adalah sesuatu yang alami
3.      Berusaha mengenal lingkungan sekelilingPerkembangan yang cepat dalam berbicara
4.      Senantiasa ingin memiliki sesuatu, egois, keras kepala, suka protes, menanyai sesuatu berulang kali
5.      Mulai membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk
6.      Mulai mempelajari dasar perilaku sosial.

3.      Fase anak-anak (6 - 12 tahun)
Periode anak-anak dimulai sejak anak berusia 6 tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang. EB. Hurlock menyebutkan masa akhir kanak-kanak (Late childhood)[6]. Sedengkan J.E. Brophy, membatasinya sejak anak berusia 6, ditandai dengan masuknya anak sekolah, hingga usia 12 tahun.
Karakteristik anak pada masa ini :
1.      Anak mulai bersekolah 
2.      Guru mulai menjadi pujaannya
3.      Gigi tetap mulai tumbuh
4.      Anak mulai gemar membaca
5.      Anak mulai malu apabila auratnya dilihat orang
6.      Hubungan anak dengan ayahnya semakin erat
7.      Anak suka sekali menghafal.
Pada usia ini anak sudah mulai berhubungan dengan temanya dalam kelompok bermain. Kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk menanamkan pendidikan Islam, seperti: (1) rekreasi bersama untuk memperkenalkan keindahan alam ciptaan Allah, (2) kerja kelompok dalam rangka berpartisipasi dalam sosial keagaman, dan sebagainya.

4.      Fase Remaja
Awal remaja ditandai dengan dimulainya keguncangan, untuk laki-laki ditandai dengan dimulainya ibtilant, atau (basah malam) sedangkan untuk peremppuan ditandai dengan menstruasi.
Di masa remaja inilah tumbuh dorongan untuk mencari pedoman hidup, mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi, dan di puja-puja. Proses pembentukan pendirian hidup atau pandangan hidup atau cita-cita ini dapat dipandang sebagai penemuan nilai-nilai hidup di dalam eksplorasi si remaja.
Menurut Sumardi Suryabrata,[7] proses tersebut melewati tiga langkah yaitu:
a.       Karena tiadanya pedoman, si remaja merindukan sesuatu yang dianggap bernilai, pantas dihargai dan dipuja.
b.      Selanjutnya, pada taraf yang kedua, objek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas; yaitu pribadi-pribadi yang dipandangnya mendukung sesuatu nilai (jadi personifikasi lain-lain
c.        Pada taraf yang ketiga, si remaja telah dapat menghargai nilai-nilai lepas dari pendukungnya, nilai sebagai hal yang abstrak.
Najib Khalil al-Amin[8], menyebutkan bahwa dalam mendidik anak harus mengambil sikap sebagai berikut :
1.      Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada anak-anak mereka yang sedag puber dengan melakukan pengamatan.
2.      Mengarahkan mereka untuk selalu pergi ke Masjid sejak kecil sehingga memiliki disiplin naluriah dan andil yang potensial oleh lingkungan rabbaniah.
3.      Menanamkan rasa percaya diri pada diri mereka dan siap mendengarkan pendapat-pendapat mereka.
4.       Menyarankan agar menjalani persahabatan dengan teman-teman yang baik.
5.      Mengembangkan potensi mereka disemua bidang yang bermanfaat.
6.      Menganjurkan mereka untuk berpuasa sunnah karena hal itu dapat menjadi perisai dari kebobrokan moral.
7.      Membuka dialog dan menyadarkan mereka akan status sosial mereka.

5.      Fase Dewasa
Usia dewasa dimulai sejak berakhirnya kegoncangan-kegoncangan kejiwaan yang menimpa masa remaja. Dengan demikian, usia dewasa bisa dikatakan ketenangan jiwa, ketetapan hati dan keimanan yang tegas.
Netty Hartati, dkk, menjelaskan bahwa masa dewasa ini dapat dibagi kepada tiga tahap.[9]
a.      Fase dewasa dini
Yaitu masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif
b.      Fase dewasa madya
Fase ini dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun.
Ada sepuluh karakteristik yang biasa terjadi pada usia dewasa madya:
1.    Usia madya merupakan periode yang sangat menakutkan 
2.    Usia madya merupakan usia transisi
3.    Masa stres
4.    Usia yang berbahaya
5.    Usia canggung
6.    Masa berprestasi
7.    Masa evaluasi
8.    Dievaluasi dengan standar ganda
9.    Masa sepi
10.  Masa jenuh.
c.       Fase dewasa akhir (Lansia)
Adapun ciri-ciri usia lanjut ini adalah:
1.      Merupakan periode kemunduran
2.      Perbedaan pada efek menua
3.      Usia tua dinilai dengan keiteria yang berbeda
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, Jalaluddin[10] mengatakan bahwa sikap keagamaan pada orang dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan yang matang bukan sekedar ikit-ikutan.
2.      Cenderung bersifat realis sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3.       Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam keagamaan.
4.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri, hingga keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5.      Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang luas.
6.      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pemikiran juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.

B.     Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat
Beberapa konsep pendidikan sepanjang hayat antara lain:
1.      Kehidupan Fisik dan Pikiran
Kehidupan  kemanusiaan dibangun oleh kehidupan:
a.       Kehidupan fisik
Berawal dari kelahiran melalui ibu kandung, kemudian tumbuh dilengkapi dengan kehidupan pikirannya yang semakin lama semakin sempurna dan menentukan keberadaan kemanusiaanya.
b.      Kehidupan pikiran
Kehidupan pikiran manusia tidak saja berupa untuk kerja dari bagian tubuh otak, saraf, dan indera baik yang bersifat analisis maupun sintesis, melainkan juga merupakan sarana dan prasarana memahami sumber dari segala sumber kreativitasnya.
2.      Proses Belajar
Proses belajar ditunjukkan dengan adanya rasa ingin tahu yang dikemukakan dalam bentuk pertanyaan atau bertanya.
3.      Metode Mencari Jawaban
Upaya sistematik setelah  rasa ingin tahu kedalam bentuk bertanya adalah dengan mencari jawaban. Terdapat beberapa metode mencari jawaban untuk menjawab pertanyaan yang muncul dari rasa ingin tahu, yaitu:
a.       Berguru
b.      Membaca buku
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membaca, yaitu:
(1)Kemampuan berbahasa, (2)Kecepatan membaca, (3)Kemampuan untuk memilih dan membaca buku ajar (text book)
c.       Praktikum
Keinginan tahu seseorang juga seringkali dapat dijawab dengan membaca  langsung kenyataan alamnya. Dalam hal ini kita harus mampu berdialog secara alami dan secara manusiawi.
4.      Metode SQ3R
Dalam membaca buku ajar (text book) metode SQ3R dapat digunakan, yaitu:        a.       Survey
b.      Question
c.       Read
d.      Review
e.       Recall
5.      Ilmu dan Agama
Kehidupan manusia tidak sebatas hal-hal fisik, alamiah dan ilmiah saja melainkan juga mencakup hal-hal yang metafisik dan gaib. Maka pendekatan yang paling tepat ialah pendekatan agama dan ilahiyah.
Sesungguhnya ilmu dan agama bersumber dari Allah, dengan demikian kedua hal itu akan saling melengkapi dan menyempurnakan, akan memberikan pemahaman dari rujukan yang utuh, menyeluruh dan terpadu, tidak akan saling bertentangan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan pranatal adalah pendidikan sebelum masa melahirkan. Masa ini ditandai dengan tiga fase, diantarannya: (1) fase pemilihan jodoh,
(2) fase pernikahan, dan (3) fase kehamilan
Pendidikan pasca natal adalah pendidikan setelah kelahiran anak. Pendidikan ini terbagi menjadi lima fase, yaitu: (1) fase bayi, (2) fase Kanak-kanak, (3) fase anak-anak (6-12 tahun), (4) fase remaja, dan (5) fase dewasa.
Beberapa konsep pendidikan sepanjang hayat, diantaranya: (1) Kehidupan fisik dan pikiran, (2) proses belajar, (3) metode mencari jawaban, (4) Metode SQ3R( Survey, Question, Read, Review, Recall) dan (5) ilmu dan agama.

B.     saran
Dengan adanya penulisan makalah ini, kami berharap supaya pembaca termasuk kelompok kami sendiri lebih bisa memahami tentang makna pendidikan sepanjang hayat ini. Oleh karena itu, jangan lelah untuk menjalankan pendidikan dalam kehidupan kita, karena agama Islam berprinsip bahwa pendidikan manusia berakhir setelah berpisahnya roh dari badan. Hal ini dipahami dari sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “ Tuntulah orang-orang yang berada di ambang kematian untuk membaca kalimat la illaha illa Allah.” (HR. Muslim)
Mengucapkan kalimat syahadat bagi orang yang sakratul maut merupakan batas terakhir dari pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. Sejarah Pendidikan Islam, Cet II, Jakarta : Rajawali Pers, 2010
Nety Hartati, dkk. Islam dan Psikologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam, Cet VI, Jakarta : Kalam Mulia, 2002
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2004
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II,  Jakarta: Bumi Aksara, 1992




                [1] M. Makagiansar, Continuing Education in Asia and the Pasific, (Bangkok       Unesco   Principal Press, 1987), h. 2
[2] Hussein Bahreisj, Al Jamius Shahih Bukhari Muslim, (Surabaya: CV. Karya Utama)    h. 164
[3] Abdullah Nasih Ulwan, op.cit., h. 16

[4] Ibid., h. 19

[5] Abu Amr Ahad Sulaiman, Metode Pendidikan Anak Muslim Usia Prasekolah. Diterjemahkan oleh: Ahad Amin Sjihab, Judul Asli: Minhajuth Thiflil fii Dhau Al-Kitab wa As-Sunnah, (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa,2000), Cet. I h. 10.

[6] E.B Jhon Lock. Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 1998), h.80

[7] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2004) cet. Ke-12.h. 220

[8] Najib Khalik al-Amir, Tarbiyah Islamiyah, (Jakarta: Gema Islami Press, 1996), h. 130
[9] Nety Hartati, dkk., Islam dan Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). Cet. KeI h. 43
[10] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 52

No comments:

Post a Comment