Sunday, January 7, 2018

JUAL BELI


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
       Atas dasar  pemenuhan kebutuhan sehari –hari, maka terjadilah suatu kegiatan yang di namakan jual beli. Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad). Sedangkan riba yaitu memiliki sejarah yang sangat panjang dan prakteknya sudah dimulai semenjak banga Yahudi sampai masa Jahiliyah sebelum Islam dan awal-awal masa ke-Islaman. Padahal semua agama Samawi mengharamkan riba karena tidak ada kemaslahatan sedikitpun dalam kehidupan bermasyarakat. Allah SWT berfirman:

فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ اللّهِ كَثِيرًا وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُواْ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (QS an-Nisaa’ 160-161)

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah : 275)

B.       Rumus Masalah
a.      Pengertian jual beli dan riba
b.      Landasan hukum jual beli dan riba
c.       Hukum jual beli dan riba
d.      Macam-macam Jenis Jual Beli Yang Di Haramkan


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Jual beli
        Jual beli dalam kitab-kitab fikih diistilahkan dengan البيع yang merupakan isim mashdar dari kata باع dikatakan بَاعَهُ يَبِيعُهُ بَيْعًا وَمَبِيعًا فَهُوَ بَائِعٌ . Dalam kamus Lisan al-‘Arab secara bahasa البيع adalah lawan kata dari الشراء (membeli) yang berarti menjual, namun البيع juga bisa berarti membeli. (Lisan al-Arab, 8:23) Oleh karena itu al-bai adalah termasuk lafadz musytarakah, yang bisa berarti membeli juga bisa berarti menjual. Bentuk jamak/pluralnya adalah buyu’ (بيوع).

Dalam istilah syara Sayyid Sabiq (Fiqh al-Sunnah, 3:46) mendefinisikannya sebagai beikut:
مبادلة مال بمال على سبيل التراضي أو نقل ملك بعوض على الوجه المأذون فيه
Menukarkan harta dengan harta dengan jalan memilikkan berdasarkan keridhaan (penjual dan pembeli) atau memindahkan kepemilikan dengan kompensasi/ganti rugi dengan cara yang diizinkan oleh syara.
B.  Disyariatkannya Jual beli
        Jual beli adalah sesuatu yang disyariatkan berdasarkan al-Quran, Sunnah dan Ijma (Ibn Qudamah, al-Mughni, 3: 480) . Adapun landasan dalam al-Quran, yaitu firman Allah swt. yang termaktub dalam QS. al-Baqarah: 275:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
Serta dalam QS al-Nisâ': 29:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Adapun landasan sunnah adalah berdasarkan sabda Nabi saw.:
عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا
Dari Hakim bin Hizam dari Nabi saw. beliau bersabda:”Orang yang bertransaksi jual beli berhak khiyar (memilih) selama keduanya belum berpisah (HR. al-Bukhari).
Dari segi ijma umat Islam sepakat disyariatkannya menjual dan membeli.

C.  Hukum Jual Beli dalam Islam
      Adapun hukum jual beli adalah mubah akan tetapi menjadi wajib ketika dalam situasi membutuhkan makanan atau minuman untuk menjaga diri supaya tidak binasa, bisa juga makruh seperti membeli barang yang makruh, bisa juga haram seperti membeli khomer dan mubah pada hal selain yang telah disebutkan tadi. (Abdul Halîm U’wais, Mustalahât ‘Ulûm al-Quran, hlm. 386)

D.  Jual Beli Yang Diharamkan
Jual beli yang dilarang dan diharamkan ada 4, yaitu:
1.      Jual beli yang dilarang dengan sebab yang berakad (penjual dan pembeli)
2.      Jual beli yang dilarang dengan sebab shigat akad/ kontrak
3.      Jual beli yang dilarang dengan sebab ma’qud ‘alahi/objek jual beli
4.      Jual beli yang dilarang dengan sebab ada sifat atau syarat atau ada larangan
(Muhammad bin Ibrahim bin Abdillah, Masu’ah al-Fiqh al-Islami, 3: 404 )

1)      Jual beli yang dilarang dengan sebab yang berakad
Jual beli yang dilarang dengan sebab yang berakad (penjual dan pembeli) adalah
a.       Jual beli orang gila dan sedang mabuk
b.      Jual beli anak kecil baik yang sudah tamyiz maupun tidak, sampai baligh.
Catatan tentang hukum jual beli anak  kecil yang belum baligh namun sudah tamyiz.
Para ulama sepakat bahwa jual beli anak kecil yang belum tamyiz tidak sah, namun yang sudah tamyiz tapi belum baligh ada yang mengatakan jual belinya sah ada juga yang mengatakan tidak sah. Penulis berpendapat bahwa jual beli anak kecil yang sudah tamyiz namun  belum baligh adalah sah jika mendapat izin dari orang tua/wali namun jika tidak mendapat izin maka tidak sah.
Menurut Abdul Aziz Mabruk, dkk, bahwa salah satu syarat sahnya jual beli adalah bahwa penjual dan pembeli harus orang yang baligh, berakal, bukan hamba saya dan rasyid. (al-Fiqh al-Muyassar, 1424 H, hlm. 214 )
Sedangkan menurut Wahbah az-Zuhaili bahwa akad jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang berakal, yaitu tamyiz yang telah mencapai usia tujuh tahun adalah sah. Dalam hal ini Mazhab Hanafi tidak mensyaratkan baligh dalam jual beli (Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, Damaskus: Jil. 5, hlm. 3317). Begitu juga menurut Sayyid Sabiq syarat sah jual beli adalah berakal dan tamyiz oleh karena itu tidak sah jual beli orang gila, yang sedang mabuk dan anak kecil yang belum tamyiz. (al-Fiqh al-Sunnah, 3:51)
Oleh karena itu seorang anak kecil yang sudah tamyiz (dapat membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya), adapun usia tamyiz adalah 7 tahun, namun belum baligh maka  jual belinya adalah sah apabila ia mendapat izin dari orang tua/wali dan karena menempati tempat orang tua sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-Nisa: 6 وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ : dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanyapen). Namun, jika tidak ada izin wali/orang tua maka jual belinya tidak sah.
c.       Jual beli terpaksa
Terpaksa ada dua macam
Pemaksaan karena hak seperti seorang hakim memaksa seseorang untuk menjual tanahnya untuk membayar hutang, memaksa menjual rumah untuk memperluas mesjid, jalan atau kuburan. Maka pemaksaan ini jual belinya sah. Keridhoan syara menggantikan keridhoannya
Pemaksaan bukan karena hak, maka akad jual beli ini sah, seperti diancam akan dibunuh atau dipukul. Pemaksaan itu menghilangkan keridhoan yang merupakan syarat sah jual beli.
d.      Jual beli yang ditahjir (orang yang ditahan hartanya). Ditahjir yaitu orang yang dilarang untuk mengelola dan membelanjakan hartanya. Seperti orang yang bodoh atau karena ada bagian orang lain seperti orang yang punya hutang . orang yang bodoh yang boros tidak sah jual belinya. Begitu juga orang yang bangkrut yang punya hutang tidak diperbolehkan membelanjakan hartanya karena padanya ada hak-hak kreditur.
e.       Jual beli taljiah (berlindung). Seperti seseorang takut serangan orang zalim atas sebagian apa yang dimiliki. Ia pura pura membelinya untuk menyelamatkan hartanya. Akad seperti ini tidak sah karena dia penjual dan pembeli tidak bermaksud jual beli

2)      Jual beli yang terlarang dengan sebab sighat akad/kontrak
a.       Tidak ada kesepakatan ijab dan Kabul
b.      Jual beli dengan korespondensi atau utusan. Jual beli ini sah selama masih berada dalam masjlis (tempat menjual dan membeli, pen). Jika ijab dan qabul terjadi setelah mereka berpisah dari majelis maka tidak sah akadnya.
c.       Jual beli dengan orang yang tidak ada pada pada majlis akadnya adalah tidak sah. (mis, membeli krupuk pada sebuah warung saat penjual tidak ada, pen)
d.    Jual beli yang belum selesai. Seperti jual beli yang digantungkan dengan syarat atau disandarkan kepada waktu yang akan datang, jual beli ini tidak sah.
• Jual beli yang digantungkan dengan syarat, seperti saya jual rumah ini kepadamu dengan harga sekian jika ayah saya datang dari perjalanannya. Jual beli ini adalah gharar, karena penjual dan pembeli tidak tahu apakah akan terjadi apa yang digantungkan dan kapan?
• Jual beli yang disandarkan dengan waktu seperti saya jual kendaraan ini awal bulan depan. Jual beli ini adalah gharar karena tidak akan diketahui bagaimana barang pada waktu yang akan datang.

3)      Jual beli yang terlarang dengan sebab m’aqud ‘alaih
Ma’qud ‘alaih adalah barang yang dijual, dan harga (alat tukar)
Jual beli yang dilarang dengan sebab ma’qud ‘alaih ada lima macam:
a.    yang dilarang dengan sebab gharar (penipuan) dan jahalah (ketidak tahuan)
b.    yang dilarang dengan sebab riba
c.    yang dilarang dengan sebab merugikan dan penipuan
d.   yang dilarang dengan sebab dzatnya haram
e.    yang dilarang dengan sebab yang lainnya


E.  Jual beli yang dilarang dengan sebab gharar dan jahalah

1.    Jual beli mulamasah, yaitu seseorang menyentuh baju/kain dan tidak mengeluarkannya atau membelinya pada waktu gelap. Jual beli ini tidak boleh karena ada unsur gharar dan jahalah
2.    Jual beli munabadzah, yaitu penjual dan pembeli saling melemparkan pakaiannya tanpa melihat, keduanya berkata ini dengan ini.
3.    Jual beli al-hashah, yaitu penjual atau pembeli melempar batu, seperti baju yang terkena batu itulah yang dijual atau dibeli, tanpa dilihat dan dipilih
4.  Jual beli hablu al-habalah, jual beli anak binatang atau anak unta dengan harga yang ditangguhkan maka apabila unta itu melahirkan, penjual mengatakan tunggulah hingga ia hamil dan melahirkan.
5.  Jual beli al-madhamin (yang dikandung), yaitu jual beli yang dikandung oleh induk binatang betina yang masih berupa janin
6.    Jual beli al-malaqih, yaitu jual beli yang ada di tulang punggung hewan jantan
7.    Jual beli ‘asb al-fahl, yaitu jual beli dengan mengawinkan pejantan baik kuda, unta maupun kambing dan yang lainnya. Mengambil upah dari mengawinkan binatang adalah haram, padanya ada gharar, ia itu tidak diketahui dan apakah mampu untuk diserahkan, betinanya bisa hamil juga bisa tidak.
8.    Jual beli buah-buahan yang belum matang/belum layak dipanen
9.    Jual beli yang majhul (yang tidak diketahui), baik itu barang, ukuran, harga, waktunya dan yang tidak bisa diserahkan seperti ikan yang masih dilaut, atau burung yang masih ada di udara.
10. Jual beli tsunya, yaitu jual beli yang dikecualikan dari sesuatu yang tidak diketahui. Seperti jual beli makanan atau pakaian dan dikecualikan sebagiannya tanpa ada rincian. Jual beli ini batil dan tidak boleh, karena mengandung jahalah dan gharar serta memakan harta orang lain dengan batil. Namun jika yang dikecualikannya diketahui maka sah jual belinya seperti jual beli pohon dan dikecualikan pohon-pohon tertentu yang diketahui rinciannya.
11. Jual beli yang tidak ada pada penjual. Seperti menjual sesuatu yang tidak dimiliki, menjual barang yang belum diterima, menjual unta yang hilang dan lain-lain.

F.   Jual beli yang diharamkan karena riba
1.      Jual beli ‘inah, yaitu membeli barang dengan tidak tunai kemudian dibeli lagi dengan harga yang murah secara kontan, disana berkumpul dua jual beli dalam satu jual beli. Ini adalah jual beli yang haram dan batil, karena itu bisa membuka kepada riba dan tipu daya yang jelas namun apabila membelinya sesudah lunas pembayarannya, atau berubah sifatnya atau membelinya dari pihak yang lain maka boleh (jika tidak ada persengkokolan).
2.      Jual beli muzabanah yaitu, membeli segala sesuatu secara acak tanpa diketahui timbangan, takaran dan jumlahnya baik dari segi timbangannya ataupun takarannya maupun bilangannya baik secara prasangka maupun ukuran.
3.      Jual beli muhaqalah, yaitu menjual buah yang masih pada tangkainya dengan buah yang sudah ditimbang baik secara prasangka maupun dengan ukuran seperti membeli gandum pada yang masih pada tangkainya dengan gandum yang sudah ditimbang. Ini adalah jual beli batil, karena ini riba, yaitu, menjual yang di timbang dengan timbangan yang sejenis secara tidak seimbang, menduga duga itu tidak boleh.
4.      Jual beli daging dengan hewan. Tidak boleh jual beli daging dengan hewan (misalnya, ayam yang sudah disembelih dengan ayam yang masih hidup, pen), karena padanya ada kelebihan, gharar, muzabanah dan riba. Begitu juga tidak boleh menjual daging yang sejenis dengan kelebihan (misalnya, jual beli daging ayam sekilo dengan daging ayam dua kilo, pen). Jual beli segala sesuatu yang sejenis dengan kelebihan atau yang tidak sejenis dengan penangguhan. Seperti gandum dengan gandum dengan melebihkan salah satunya. Atau emas dengan perak dengan ditanggguhkan. Ini semua adalah riba yang diharamkan.
5.      Jual beli hutang dengan hutang. Membeli sesuatu dengan tidak tunai kemudian ketika tiba waktunya ia tidak sanggup membayar lalu ia berkata kepada B beri tempo lagi nanti saya akan tambahkan seratus ribu, lalu B menjualnya. Jual beli ini adalah batil dan dharamkan karena riba yang berlipat
6.      Dua jual beli dalam satu pembelian. Bentuknya, A jual pakaian ini 10 ribu secara tunai, dan apabila secara kredit 15 ribu. Lalu keduanya berpisah tanpa memilih salah satunya atau A menjual barang 100 ribu kemudian A membelinya lagi dari B secara langsung 80 ribu. Ini adalah jual beli yang batil, di dalamnya ada riba, trik riba, jahalah dan gharar.

G. Jual beli yang diharamkan dengan sebab memadaratkan dan penipuan
1.      Jual beli najasy. Yaitu seseorang melebihkan harga barang sedangkan ia tidak berniat membelinya akan tetapi untuk menjebak orang lain, atau memuji barang dengan pujian yang palsu supaya laku.
2.      Jual beli seseorang atas jual beli saudaranya. Seseorang berkata kepada pembeli ketika saat khiyar (memilih) : batalkanlah jual beli ini. Saya akan menjual barang saya yang sama kepadamu atau yang lebih bagus dengan harga yang lebih murah. Atau seseorang berkata pada penjual saat memilih batalkanlah jual beli ini. Saya akan membelinya darimu dengan harga yang lebih mahal atau menawar dengan harga yang tinggi setelah terjadi kesepakatan jual beli. Jual beli ini adalah batil dan haram karena mengandung madarat dan mafsadat dan bisa menyebabkan permusuhan dan saling dengki.
3.      Jual beli shafqah (borongan), yaitu jual beli mencakup/mengabungkan yang halal dengan yang haram, yang diketahui dengan yang tidak diketahui, yang dimiliki dengan yang bukan milik sendiri, yang sahih dengan yang fasid dan yang bagus dengan yang jelek.
4.    Jual beli ihtikar (menimbun). Membeli apa yang dibutuhkan oleh orang-orang sepeti makanan kemudian menimbunnya supaya harganya naik lalu ketika harganya naik ia menjualnya. Ini adalah penimbunan yang diharamkan.
5.      Jual beli talaqqi al-jalab atau rukban atau al-sil’a. Yaitu sebagian orang keluar untuk mencegat barang sebelum masuk pasar dan sebelum pemilik barang mengetahui harganya, lalu mereka memberitahukan kepada para pemilik barang bahwa harganya jatuh, dan barang tersebut di pasar sepi/tidak laku mereka menipunya dan membeli barang tersebut dengan harga yang rendah. Jual beli ini batil dan haram karena menimbulkan madarat dan penipuan kepada pemilik barang
6.    Jual beli al-hadir li bad. Yaitu calo keluar menemui pembawa barang dan berkata kepadanya simpanlah ini padaku suapaya aku bisa menjualnya secara bertahap dengan harga yang lebih tinggi lalu hal tersebut memadaratkan orang-orang dan jadi mahallah kebutuhan mereka. Jual beli ini batil dan haram karena menyebabkan madarat pada orang-orang.
7.      Jual beli kelebihan air. Yaitu seseorang mempunyai sumur di padang pasir. Dalam sumur tersebut terdapat air yang melebihi kebutuhannya, ia melarang orang lain dan binatang ternak yang membutuhkan air untuk minum kecuali kalau ada kompensasi dan tidak ada disana selain sumur tersebut atau melarang orang-orang meminum air dari mata air atau sungai kecuali kalau ada kompensasi. Jual beli ini haram karena memadaratkan manusia dan binatang ternak
8.      Jual beli penipuan, memperdaya dan bohong. Jual beli ini bisa dengan ucapan maupun perbuatan, diantaranya adalah menyembunyikan kecacatan barang, menyimpan barang yang bagus diatas sedangkan yang jelek di bawah, mencat mebel, dan alat-alat yang lama supaya kelihatan baru dan lain-lain.
9.      Jual beli dengan berbohong dan menyembunyikan hakikat barang. Seperti memuji barang dengan pujian yang palsu, menyembunyikan cacat barang seperti menyembunyikan keretakan rumah, retaknya peralatan dan penyakit/sakitnya binatang yang dijual dan lain-lain. Jual beli ini adalah haram dn batil karena adanya pendustaan dan penipuan serta memakan harta orang lain secara batil.
10) Jual beli dengan pemaksaan. Seperti mengancam seseorang dengan membunuhnya, memotong anggota badannya, atau akan memukulnya kalau tidak menuruti perintahnya dan lain-lain. Jual beli ini batil, tidak sah karena ada pemaksaan dan hilangnya keridoan dan adanya dusta. Adapun memaksa karena hak maka boleh seperti seorang hakim memaksa orang yang punya hutang untuk menjual hartanya untuk membayar hutangnya.
10.  Jual beli yang diharamkan karena dzatnya
1.      Jual beli khomer, daging babi dan berhala
2) jual beli darah, kucing dan anjing
2.      Jual beli yang diharamkan karena faktor yang lainnya
3.      Jual beli waktu adzan jum’at dan shalat jumat
4.      Jual beli di Mesjid
5.      Jual beli senjata untuk huru-hara/kekacauan dan perang
6.      Jual beli anggur untuk dijadikan khomer
7.      Jual beli mushaf untuk orang kafir



BAB II
PENUTUP
A.  Kesimpulan
  Sesuatu hal yang sering kita lupakan menjadi hal yang dapat merusak nilai amalan yang kita lakukan jual beli, jadi hal upaya tentang penulisan ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang Pengertian, dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli, hal yang terlarang dalam jual beli, khiyar, dan jual beli As-salam. Agar terciptanya lingkungan ekonomi perdagangan islam yang sehat dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu penulis menyimpulkan bahwa jual beli islam adalah suatu kegiatan yang bersifat kepentingan umum, juga menjadi tolak ukur untuk mensejahterakan kehidupan rakyat terutama dalam bidang perekonomian. Karena manusia ini adalah makhluk sosial, jadi diperlukan kegiatan jual beli ini juga seluk beluk mengenai jual beli islam ini sudah dapat dilihat dalam bab-bab makalah ini.

B.  Saran
Penulisan makalah ini menunjukkan hal yang berkaitan dengan apa-apa saja mengenai hukum-hukum, tata cara pelaksanaan yang terkait tentang hubungan jual beli yang baik antara penjual juga pembeli, sehingga dapat mendorong munculnya penulisan makalah yang sejenis dalam pemberi informasi yang lebih baik lagi tentang hal-hal yang berkaitan dengan hubungan jual beli.


DAFTAR PUSTAKA

               Rasyid Sulaiman, 2010, Fiqih Islam,Sinar Baru Algensindo, Bandung
Yunus Mahmud, Naimi Nadlrah, 2011, Fiqih Muamalah, Ratu Jaya, Medan
Syafe’i Rachmat, 2006, Fiqih Muamalah untuk UIN, STAIN, PTAIS, Dan Umum, Pustaka Setia, Bandung
Imran Ali, 2011, Fikih, Taharah, Ibadah, Muamalah, CV. Media  Perintis, Bandung
Moh, Rifa’i, 1978, Ilmu Fiqih Islam Lengkap,CV. Toha Putra, Semarang
Moh. Rifa’i, dkk, 1978, Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, CV. Toha Putra Semarang


No comments:

Post a Comment