Islam
merupakan agama yang sangat komplek. Sehingga dalam memahaminya pun dibutuhkan
cara yang tepat agar dapat tercapai suatu pemahaman yang utuh tentang Islam. Di
Indonesia sejak Islam masuk pertama kali sampai saat ini telah timbul berbagai
macam pemahaman yang berbeda mengenai Islam. Sehingga dibutuhkanlah penguasaan
tentang cara-cara yang digunakan dalam memahami Islam.
Pendidikan
islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa
penganutnya pada pemelukan dan pengaplikasian Islam secara Komprehensif. Agar
penganutnya mampu memikul amanat yang dikehendaki Allah, pendidikan Islam harus
kita maknai secara rinci. Karena itu, keberadaan referensi atau sumber
pendidikan Islam harus merupakan sumber utama Islam itu sendiri, yaitu
Al-Qur’an dan Hadits.[1]
Maka, dalam
makalah ini penulis akan mencoba membahas mengenai metodologi serta beberapa
hal yang berkaitan dengan metodologi studi islam.
Metodologi
berasal (etimologi) dari bahasa Yunani, yaitu metodos berarti “cara atau jalan”
dan logos yang berarti ilmu. Dari kedua suku kata itu, metodologi berarti ilmu
tentang jalan atau cara, untuk memudahkan pemahaman tentang Metodologi,
terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian Metode. Menurut istilah
(terminologi), metode adalah ajaran yang memberi uraian, penjelasan, dan
penentuan nilai. Metode biasa digunakan dalam penyelidikan keilmuan. Hugo F.
Reading mengatakan bahwa metode adalah kelogisan penelitan ilmiah, sistem
tentang prosedur dan teknik riset. Metode Study Islam dapat di definisikan
sebagai urutan kerja yang sistematis, terencana, dan merupakan hasil eksperimen
ilmiah guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Lalu, yang dimaksud
metodologi sendiri berarti ilmu tentang cara-cara yang digunakan manusia untuk
sampai pada tujuannya. Metodologi adalah cara-cara yang digunakan manusia untuk
mencapai pengetahuan tentang realita atau kebenaran. Metodologi disebut pula
sebagai science of methods yaitu ilmu yang membicarakan cara, jalan, atau
petunjuk praktis dalam penelitian, sehingga metodologi membahas konsep teoritik
berbagai metode, yang pada intinya metode studi Islam mengarah pada cara
pandang manusia untuk melihat islam dari berbagai aspek.
Studi Islam
sangat penting karena sangat berperan dalam masyarakat. Studi Islam bertujuan
untuk mengubah pemahaman dan penghayatan keIslaman mayarakat inter dan antar
agama. Adapun perubahan yang diharapkan adalah formalisme kepahaman menjadi
sebuah substantive keagamaan dan sikap enklusifisme menjadi sikap
universalisme.
Secara garis besar, tujuan studi Islam adalah mempelajari secara mendalam
tentang hakikat Islam, sebagaimana posisinya dengan agama lain, dan bagaimana
hubungannya dengan dinamika perkembangan yang terus berlangsung.
Masih
terdapat perdebatan di kalangan para ahli apakah studi islam dapat dimasukkan
kedalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat-sifat dan karakteristik antara
ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Pembahasan disekitar masalah ini banyak
dikemukakan oleh para pemikir Islam belakangan ini, misalnya jika
penyelenggaraan dan penyampaian studi Islam hanya mendengarkan dakwah keagamaan
di dalam kelas lalu apa bedanya dengan kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah
ramai diselenggarakan di luar bangku kuliah? Sehingga, pangkal tolak kesulitan
pengembangan wilayah kajian studi Islam berakar pada kesukaran seorang agamawan
untuk membedakan antara yang normativitas dan historisitas. Pada dataran
normativitas kelihatan Islam kurang pas untuk dikatakan sebagai disiplin ilmu,
sedangkan untuk dataran historisitas tampaknya tidaklah salah. Dengan demikian
secara sederhana dapat dikatakan bahwa dari segi normative sebagaimana yang
terdapat di dalam Al-Qur'an dan Hadist, maka Islam lebih merupakan agama yang
tidak dapat diberlakukan kepadanya, padigma ilmu pengetahuan, yaitu pradigma
analitis, kritis, metodologis, histories, dan empiris.
Studi Islam mempelajari secara mendalam terhadap
sumber dasar ajaran agama Islam yang tetap abadi dan dinamis serta
aktualisasinya sepanjang sejarah. Studi ini berdasar kepada asumsi bahwa agama
Islam adalah agama samawi terakhir yang membawa ajaran yang bersifat final, dan
mampu memecahkan persoalan kehidupan manusia, menjawab tantangan, dan
senantiasa actual sepanjang masa. Studi Islam mempelajari secara mendalam
terhadap pokok isi ajaran Islam yang asli, dan bagaimana operasionalisasi dalam
pertumbuhan budaya dan peradaban Islam sepanjang sejarah. Studi Islam
mempelajari secara mendalam terhadap prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar
ajaran Islam dan bagaimana perwujudannya dalam membimbing dan mengarahkan serta
mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern ini.
Secara garis besar ada dua macam metode untuk memahami
Islam. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan
membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama
lainnya, dengan cara demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang objektif dan
utuh. Kedua, metode sintesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan
antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, objektif, kritis,
dengan metode teologis normative. Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam
yang tampak dalam kenyataan historis, empiris, dan sosiologis, sedangkan metode
teologis normative digunakan untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab
suci. Melalui metode teologis normative ini seseorang memulainya dengan
memahami Islam sebagai agama yang mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan
melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan berbagai aspek
kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal. Melalui metode
teologis normative yang tergolong tua usianya ini dapat dihasilkan keyakinan
ilmiah yang tergolong muda usianya ini dapat dihasilkan kemampuan menerapkan
Islam yang diyakini dan dicintainya itu dalam kenyataan hidup serta memberi
jawaban terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi manusia.
Sedangkan menurut Ali Anwar Yusuf dalam bukunya Studi
Agama Islam, terdapat tiga metode dalam memahami agama Islam, yaitu:
1.Metode
Filosofis
Filsafat
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membahas segala sesuatu dengan tujuan
untuk memperoleh pengetahuan sedalam-dalamnya sejauh jangkauan kemampuan akal
manusia, kemudian berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang
universal dengan meneliti akar permasalahannya.
2.Metode
Historis
Metode
historis ini sangat diperlukan untuk memahami Islam, karena Islam itu sendiri
turun dalam situasi yang konkret bahkan sangat berhubungan dengan kondisi
sosial kemasyarakatan. Melalui metode sejarah, seseorang diajak untuk memasuki
keadaan yang sebenarnya dan hubungannya dengan terjadinya suatu peristiwa.
3.Metode
Teologi
Metode
teologi dalam memahami Islam dapat diartikan sebagai upaya memahami Islam
dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari satu keyakinan.
Bentuk metode ini selanjutnya berkaitan dengan pendekatan normatif, yaitu suatu
pendekatan yang memandang Islam dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari
Allah yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
B.Ruang
Lingkup Studi Islam
Agama
sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari tiga sisi:
1. Sebagai
doktrin dari tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti
absolute, dan diterima apa adanya.
2. Sebagai
gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya
dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
3. Sebagai
interaksi sosial, yaitu realitas umat islam.
Bila islam
dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga
sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu kenyakinan atas
kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.
C.Urgensi
Mempelajari Studi Islam
Dalam satu hadistnya Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya bani
Israil ( kaum yahudi dan nasrani ) telah berpecah belah menjadi 72 aliran, dan
umatku akan berpecah belah menjadi 73 aliran. Mereka semua akan masuk neraka
kecuali satu aliran saja. Para sahabat bertanya,”Siapakah dia itu wahai
Rasulullah?” Beliau menjawb, “siapa yang mengikuti jejakku dan para sahabatku.”
(HR.tirmidzi al-Hakim dan al-Aajurri, diharuskan
oleh al-Albani)
Dari
hadits di atas kita tahu bahwa sejak jauh-jauh hari Rasulullah telah
menginformasikan (mensinyalir) tentang adanya perpecahan umat. Hadist diatas
bukanlah isapan jempol belaka.di Indonesia saja, telah muncul beberapa aliran
agama baru yang muncul dari suatu agama -terutama Islam- sejak puluhan tahun
yang lalu.pada umumnya, pelopor sekaligus pemimpinnya mengaku sebagai ”orang pilihan”
yang diutus oleh Tuhan sebagai juru selamat atau penyempurna suatu agama bagi
umat manusia.
Penyimpangan-penyimpangan
tersebut tidak akan terjadi jika manusia -khususnya umat Islam- memahami dan
menguasai metodelogi studi agama, yang dalam hal ini adalah metodologi studi
Islam.
Para penyebar
paham-paham yang menyeleweng ini menganggap bahwa apa yang mereka perbuat
adalah suatu hal yang benar. Padahal hal itu tidaklah benar. Allah SWT
berfirman:
’’Barang siapa yang
berpaling dari pengajaran rabb Yang Maha Pemurah (al-Qur’an), maka kami adakan
baginya syaitan (yang menyesatkan), dan syaitan itulah yang menjadi teman yang
selalu menyertainya .Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar
memalingkan mereka dari jalan yang benar, sedangkan mereka mengaku bahwa mereka
mendapat petunjuk.” (Qs.Az-Zukhruf:36-37).
Itulah mengapa Allah
SWT memeritahkan manusia untuk banyak-banyak membaca (Qs Al-Alaq), baik membaca
secara harfiah maupun maknawiyah (memperhatikan dan memikirkan), agar kita
tidak mudah tergelincirdari jalan yang benar.
Sebagian besar yang
mempelajari al-Qur’an tanpa disertai pemikiran dan perenungan yang mendalam.
Mereka memakai bahasa al-Qur’an secara lugas saja tanpa memperhatikan ilmu
kalam, filologi sastra, dan ilmu baca lainnya di dalam mempelajari Al-Qur’an.
Itulah mengapa sebagian orang yang ’’nyeleweng’’ adalah orang yang diaggap
berilmu dan sebagian yang lain adalah orang awam. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh ilmu Abdillah bin abbas, Rasulullah SAW bersabda:
’’Ummu Abdillah berkata,
pada waktu itu aku di makkah, Nabi SAW berdiri pada suatu malam lalu
memanggil-manggil, ’’Apakah aku telah menyampaikan?” Nabi mengulanmg-ngulang
sampai tiga kali …”Akan datang pada manusia suatu zaman ,mereka itu mempelajari
al-Qur’an lalu membacanya, kemudian mereka berkata, kami telah mengkaji dan
mengajarkan al-Qur’an maka siapa orang /golongan yang baik dari ada golongan
kami? (mereka ujub), maka apakah pada mereka itu masih terdapat kebaikan? Para
sahabat bertanya,”Ya Rosulullah siapakah sebenarnya merekia itu?” Nabi
menjawab, ’’Mereka itu dari kalangan kaum (umat islam),dan mereka itu akan
menjadi kayu bakar api neraka.”[2]
Dimasa sekarang ini dimana umat
Islam sedang mengalami tantangan kehidupan dunia dan budaya modern, studi
keIslaman menjadi sangat urgen. Urgensi Islam tersebut dapat diuraikan dan di
fahami sebagai berikut:
Umat Islam saat ini berada dalam
kondisi problematis, saat ini umat Islam masih berada dalam piosisi
termarginalkan (pinggir) dan lemah dalam aspek kehidupan sosial budaya yang
harus berhadapan dengan dunia modern yang maju dan canggih untuk itu umat Islam
harus melakukan gerakan pemikiran yang menghasilkan konsep yang cemerlang dan
operasional untuk mengantisipasi perkembangan tersebut.
Jika umat Islam hanya berpegang pada
ajaran Islam penafsiran ulama-ulama Islam terdahulu yang merupakan warisan
turun temurun yang dianggapnya sudah paling benar, maka mereka mengalami
kemandekan intelektual, melalui pendekatan yang bersifat objektif rasional
studi Islam mampu memberi alternatif dari kondisi tersebut.
Umat manusia dan peradabannya saat
ini sedang berada dalam keadaan yang problematis, pesatnya perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan telah membuka era baru dalam perkembangan budaya
dan peradaban umat manusia yang dikenal dengan era globalisasi. Pada era ini
ditandai dengan semakin dekatnya jarak dengan hubungan serta komunikasi antar
bangsa dan budaya umat manusia.
Dalam suasana semacam itu, umat
manusia membutuhkan aturan-aturan, nilai-nilai, dan norma-norma serta pedoman dan
pegangan hidup yang universal. Sumber-sumber tersebut dapat diperoleh dari
agama, filsafat, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun agama telah
ditinggalkan oleh perkembangan filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan
tetepai, filsafat, ilmu pengetahuan, dan teknologi tidak mampu menjadi pedoman
dan pegangan hidup. Dengan demikian, manusia modern pun sebenarnya dalam
keadaan yang problematis.
Harold H. Titus dan ahli filsafat
yang lainnya menjelaskan situasi problematis tersebut, bahwa “Filsafat sekarang
telah mencapai kekuatan yang besar, tetapi tanpa kebijaksanaan. “ saat ini
manusia mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk menguasai alam semesta.
Roger Garaudy mengemukakan bahwa “Perkembangan filsafat dan peradaban modern
saat ini telah mendorong manusia kepada hidup tanpa tujuan dan membawa kematian”.
Hal ini merupakan akibat dari perkembangan filsafat barat modern yang salah,
yang berpegang pada:
1.Konsep yang keliru tentang alam, dianggap sebagai milik manusia, sehingga
mereka berhak mengeksploitasinya sesuka mereka.
2. Konsep yang tidak mengenal belas kasihan tentang hubungan mansuia yang
didasarkan atas individualisme tanpa kembali dan hanya menghasilkan persaingan
pasar.
3. Konsep yang menyebabkan rasa putus asa terhadap masa depan.
Disinilah urgensi studi Islam untuk
menggali kembali ajaran-ajaran Islam yang asli dan murni serta bersifat
manusaiwi dan universal, yang mempunyai daya untuk mewujudkan dirinya sebagai
rahmatan lil alamin. Dari situ kemudian dididikan dan ditransformasikan kepada
generasi penerusnya dan diharapkan dengan peradaban dan budaya modern, agar
mampu beradapan dan beradaptasi terhadapnya. Dengan demikian diharapkan bisa
menawarkan alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapai oleh umat manusia
dalam dunia modern dan era globalisasi.
D.Pertumbuhan
Studi Islam dulu dan sekarang
1. Massa Rasulullah
a. Transformasi ilmu dilakukan secara lisan.
b. Rasul telah mengembangkan bibit pengembangan
studi islam terutama tafsir dan ushul fiqih. Hadits adalah penafsiran rosul tarhadap
al-qur’an yang didalamnya terdapat metode penerapan hukum.
2. Masa Pasca Rasulullah
a. Mulai muncul tradisi literer dimulai dengan
pengumpulan al-qur’an (masa khulafaur rasyidin).
b. Hadits juga mulai dikumpulkan dan ditulis dalam
sebuah kitab (masa dinasti abasiyyah). Para muhaddisin juga menyusun kriteria
ilmiah bagi penerimaan hadits dengan kategori shahih, hasan dan dha’if.
c. Perkembanggan studi islam mencapai puncaknya pada
masa abasiyyah. Studi islam yang dikembangkan hanya meliputi ilmu normatif
islam yang bersumber pada teks agama.[3]
3. Studi Islam di Dunia Barat
a. Kajian barat terhadap islam memunculkan
orientalisme, yaitu kajian tentang ketimuran. Kajian awal yang dilakukan
orientalisme yang diselenggarakan diperguruan tinggi dibarat memandang umat
islam sebagai bangsa primitive.
b. Kajiannya difokuskan pada al-qur’an dan pribadi
nabi Muhammad secara ilmiah yang hasilnya menyudutkan ajaran dan umat islam.
c. Pendekatan yang digunakan para orientalis
bersifat lahiriah (eksternalisasi). Agama islam hanya dipandang dari sisi
luarnya saja menurut sudut pandang barat.
d. Pada masa selanjutnya muncul karya-karya yang
mengoreksi dan merekonstruksi kajian orientalis lama, Karen adanya anomali
(ketidaktepatan) dalam studi islam. Tokohnya antara lain:Louis Massingnon, w.
Montgomery Watt, dan Wilfred Cantwell Smith.
e. Islamic studies menjadi salah satu kajian yang
dibuka di universitas barat dengan sarana pendukung yang lengkap. Pendekatan
yang digunakan antara lain: filologi, antropologi, sejarah, sosiologi,psikologi,
dsb.
4. Studi Islam di Indonesia
a. Masa klasik (abad 7-15M)
· Melalui kontak informal, saluran perdagangan,
perkawinan, dan tasawuf
· Para pedagang (arab, ppersia dan india) beberapa
sebagai mubalighoh
· Materi pengajaran: kalimat syahadat, rukun iman,
rukun islam
· Abad 13 muncul pendidikan langgar dan pesantren
b. Masa pra kemerdekaan
· Tahun 1909 muncul pendidikan madrasah yang
didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Palembang
· Tahun 1910, Syekh Tholib Umar mendirikan madrasah
schoot di Batu Sangkar tahun1923 diganti dengan dini’yah school dan tahun 1931
diganti menjadi al-jam’iah al-islamiah
· Tahun 1915, Zainuddin Labib Al-Yunusi mendirikan
madrasah diniyah di Padang Panjang
· Muhammadiyah (berdiri tahun 1912) mendirikan HIS,
sekolah guru, SD 5 tahun, dan madrasah.
· Al-irsyad (berdiri di Jakarta tahun 1913)
mendirikan madrasah awaliyah (3th), ibtidaiyah (4th), tajhizyah (2th),
mualimmin (2th), dan takhassus (2th).
· Al-jami’ah Al-Wasliyah (berdiri tahun 1930 di
Medan), mendirikan: madrasah tajhiziyah (2th), ibtidaiyah (4th), tsanawiyah (2
th), qismul ali (3 th), dan takhassus (2th).
· Tahun 1952 studi islam pada tingkat dasar sampai
menengah diseragamkan melalui jenjang: MI (6 th), MTS 93 Th), dan MA (3 th).
· Pada tahun 1951 didirikan perguruan tinggi agama
islam negri (PTAIN) yang kemudian menjadi institute agama islam negri (IAIN)
tahun 1960.[4]
Selama penggal sejarah timbulnya
islam, peradaban dunia meliputi dua kerajaan: yaitu Sasanid Persia dan Bizanti
roma yang bersuku badui dan pengembala unta yang hidupnya dengan cara berkabila-kabila
dan berdagang. Suku Quraisy yang hidup berdagang, yang mendominasi kota
perdagangan Mekkah dimana Muhammad juga memulai aktifitasnya dan di tempat itu
pula islam pertama kali diproklamirkan. Pendidikan Islam pada zaman awal
dilaksanakan di masjid-masjid. Mahmud Yunus menjelaskan bahwa pusat-pusat studi
Islam klasik adalah Mekkah dan Madinah (Hijaz), Bashrah dan Kufah (Irak),
Damaskus dan Palestina (Syam), dan Fistat (Mesir). Madrasah Mekkah dipelopori
oleh Mu’adz bin Jabal; madrasah Madinah dipelopori oleh Abu Bakar, Umar dan
Ustman; madrasah Bashrah dipelopori oleh Abu Musa al-Asy’ari dan Anas bin
Malik; madrasah Kuffah dipelopori oleh Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin
Mas’ud; madrasah Damaskus (Syiria) dipelopori oleh Ubadah dan Abu Darda;
sedangkan madrasah Fistat (Mesir) dipelopori oleh Abdullah bin Amr bin Ash’.
Pada zaman kejayaan Islam, studi
Islam dipusatkan di ibukota Negara, yaitu Bagdad. Di Istana Dinasti Bani Abbas
pada zaman al-Makmun (813-833), putra Harun al-Rasyid, didirikan Bait
al-Hikmah, yang dipelopori oleh khalifah sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan dengan wajah ganda; sebagai perpustakaan serta sebagai lembaga
pendidikan (sekolah) dan penerjemahan karya-karya Yunani kuno ke dalam bahasa
Arab untuk melakukan akselerasi pengembangan ilmu pengetahuan.
Di samping itu, di Eropa terdapat
pusat kebudayaan yang merupakan tandingan Bagdad, yaitu Universitas Cordova
yang didirikan oleh Abdurrahman III (929-961 M) dari Dinasti Umayah di Spanyol.
Di Timur Islam, Bagdad, juga didirikan Madrasah Nizhamiah yang didirikan oleh
Perdana Menteri Nizham al-Muluk; dan di Kairo, Mesir, didirikan Universitas
Al-Azhar yang didirikan oleh Dinasti Fatimiah dari kalangan Syiah. Dengan
demikian, pusat-pusat kebudayaan yang juga merupakan pusat studi Islam pada zaman
kejayaan Islam adalah Bagdad, Mesir dan Spanyol.
Asal-Usul
dan Pertumbuhan Studi Islam, Pendidikan Islam di Indonesia tidak pernah lepas
dari semangat penyebaran Islam yang dilakukan secara intensif oleh para
pendahulu dalam kerangka perpaduan antara konteks keindonesiaan dengan
keislaman. Pada awalnya pendidikan Islam, dalam bentuk halaqah-halaqah,
kemudian bentuk madrasah. Selain pesantren pendidikan Islam di Indonesia
diharapkan pada tantangan semakin berkembangnya model-model pendidikan. Pertumbuhan
minat untuk memahami Islam lebih sebagai tradisi keagamaan yang hidup, yang
historis. Ketimbang “kumpulan tatanan doktrin” yang terdapat dalam Al-Qur'an
dan Hadits. Studi Islam kontenporer di Barat, berusaha keras menampilkan citra
yang lebih adil dengan mengandalkan berbagai pendekatan dan metode yang lebih
canggih dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan.[5]
E.Manfaat
Metodologi Study Islam Bagi Mahasiswa
Seiring berkembangnya zaman,
mempelajari metodologi studi islam diharapkan dapat mengarahkan kita untuk
untuk mengadakan usaha-usaha pembaharuan dalam pemikiran aiaran-ajaran islam
yang merupakan warisan doktriner yang dianggap sudah mapan dan sudah mandek
serta ketinggalan zaman tersebut, agar mampu beradaptasi serta menjawab
tantangan serta tuntutan zaman dan modernisasi dunia dengan tetap berpegang
terhadap sunber agama islam yang asli, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Mempelejari metodologi studi islam juga diharapkan mampu memberikan pedoman dan
pegangan hidup bagi umat islam agar tetap menjadi muslim yang sejati yang mampu
menjawab tantangan serta tuntutan zaman modern maupun era-globalisasi sekarang
ini.
Maka dari itu kedudukan studi islam
sangatlah penting peranannya dari semua disiplin ilmu lain yang menyangkut
tentang aspek islam, karena studi islam merupakan disiplin ilmu yang
menerangkan dasar seseorang dalam beragama. Oleh karenanya diharapkan mata
kuliah ini harus ada dalam setiap studi ilmu khususnya di Indonesia.
Dengan mempelajari studi islam,
Mahasiswa diharapkan mempunyai pegangan hidup yang pada akhirnya dapat menjadi
muslim sejati.[6]
Dan manfaat yang lain bagi
mahasiwa/i dalam mempelajari Metodologi Studi Islam adalah:
1.Mahasiswa mampu
memposisikan dirinya, yaitu sebagai ilmuwan, agamawan atau mewakili keduanya.
2.Mahasiswa memiliki
kesadaran ilmiah yang tinggi yang diwujudkan melalui cara telaahnya yang
kritis-objektif dalam berbagai hal. Mampu melakukan pembacaan dan pengindraan
epistemologis dengan seperangkat tawaran kacamata intelektual yang relevan.
3.Mahasiswa memiliki
khazanah intelektual dengan seperangkat pendekatannya serta mampu
menggunakannya sesuai dengan pilihan kacamata intelektual yang relevan.
Sebelum
Islam datang ke dunia ini, telah terdapat sejumlah agama yang dianut oleh umat
manusia. Para Ahli Ilmu Perbandingan Agama membagi agama secara garis besar
kedalam dua bagian, yaitu :
1.Kelompok agama yang diturunkan oleh
Tuhan melalui wahyu-Nya sebagaimana termaktub dalam kitab suci Alquran dan
agama ini biasanya disebut dengan agama samawi (agama langit) karena berasal
dari atas langit. Yang termasuk kedalam kelompok agama ini antara lain Yahudi,
Nasrani, dan Islam.
2.Kelompok agama yang didasarkan pada
hasil renungan mendalam dari tokoh yang membawanya sebagaimana
terdokumentasikan dalam kitab suci yang disusunnya dan agama ini biasanya
disebut dengan agama ardli (agama bumi) karena berasal dari bumi. Yang termasuk
kedalam kelompok agama ini antara lain Hindu, Budha, Majusi, Kong Hucu dan lain
sebagainya.
Agama-agama tersebut hingga saat ini
masih dianut oleh umat manusia didunia dan disampaikan secara turun temurun
oleh penganutnya. Didalam mengkaji agama islam biasanya sering dihadapkan
dengan agama-agama tersebut dengan tujuan untuk mengetahui posisi islam
diantara agama-agama tersebut.
Islam adalah agama yang terakhir
diantara sekalian agama besar di dunia yang semuanya merupakan kekuatan raksasa
yang menggerakan revolusi dunia dan mengubah nasib sekalian bangsa, agama yang
melingkapi segala-galanya dan mencakup sekalian agama yang datang sebelumnya.
Posisi Islam terhadap agama-agama
yang datang sebelumnya:
1.Islam menyuruh para pemeluknya agar
beriman dan mempercayai bahwa sekalian agama besar didunia yang datang
sebelumnya diturunkan dan diwahyukan oleh Allah, beriman kepada para nabi dan
kitab suci dari semua bangsa dan agama islam mencakup segala agama didunia
dengan kitab sucinya alquran yang merupakan gabungan dari semua kitab suci
didunia (kitab taurat, zabur dan injil yang murni)
Di dalam Alquran dijumpai ayat-ayat
yang menyuruh umat islam mengakui agama-agama yang diturunkan sebelumnya
sebagai bagian dari rukun iman, misalnya suruh Al-Baqarah ayat 4 :
“ Pada hari
ini Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan Aku lengkapkan nikmat-Ku kepadamu,
dan Aku meridhoi islam sebagai agamamu”
3.Agama islam memiliki tugas yang
besar yaitu:
a.Mendatangkan perdamaian dunia dengan
membentuk persaudaraan diantara sekalian agama di dunia.
b.Menghimpun segala kebenaran yang
termuat dalam agama yang telah ada sebelumnya.
c.Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang
diperbuat oleh para penganut agama sebelumnya yang kemudian dimasukan kedalam
agamanya itu .
d.Mengajarkan kebenaran abadi yang
sebelumnya tidak pernah diajarkan.
e.Memenuhi segala kebutuhan moral dan
rohani bagi umat manusia yang selalu bergerak maju.
4.Dengan datangnya islam, agama
memperoleh arti yang baru dan didalamnya terdapat unsur pembaruan. Dalam hal
ini paling kurang ada 2 hal:
a.Agama islam harus diperlakukan
sebagai sebuah ilmu, dimantapkan dengan menyajikan ajaran agama sebagai
landasan perbuatan bagi perkembangan manusia menuju tingkat kehidupan yang
lebih tinggi lagi.
b.Ruang lingkup agama islam mencakup
kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
5.Posisi agama islam terhadap
agama-agama lain dapat dilihat dari dua sifat yang dimiliki ajaran islam, yaitu
akomodatif dan persuasif.
Islam berupaya mengakomodir
ajaran-ajaran agama masa lalu dengan memberikan makna dan semangat baru
didalamnya. Sebelum islam datang dijumpai adanya kebiasaan masyarakat jahiliyah
melakukan kurban persembahan kepada para dewa dan arwah leluhur untuk
memperoleh keberkahan. Kebiasaan berkurban ini diteruskan oleh islam dengan
tujuan kurban diarahkan sebagai bentuk pengabdian dan rasa syukur kepada Allah
atas segala karunia yang diberikan-Nya, sedangkan daging kurbannya diberikan
kepada fakir miskin dan orang-orang yang kurang mampu.
Upaya yang dilakukan dengan cara
persuasif misalnya islam melihat adanya hal-hal yang tidak disetujui dan harus
dihilangkan, namun dari segi yang lain Islam mengupayakan agar proses
menghilangkan tradisi yang demikian itu tidak menimbulkan gejolak sosial yang
merugikan. Proses tersebut dilakukan secara bertahap sambil menjelaskan makna
larangan tersebut yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan intelektual mereka,
hingga akhirnya perbuatan tersebut benar-benar ditinggalkan oleh masyarakat.
Hal yang demikian misalnya terlihat pada larangan meminum minuman keras. Dalam
proses pelarangan itu, Islam menempuh cara-cara yang persuasif. Dimulai dengan
membiarkan apa adanya, kemudian menjelaskan pengaruh positif dan negatifnya
pada saat mereka bertanya. Setelah itu minuman keras tersebut dilarang pada
saat-saat tertentu saja, yaitu pada saat akan melakukan sholat, hingga kemudian
dilarang pada kapan saja.
6.Hubungan islam dengan agama-agama
lain dapat dilihat pada ajaran moral yang ada didalamnya dan konsep gender yang
terdapat pada masing-masing agama.
a.Dalam agama Hindu terdapat ajaran
yang menganggap bahwa keinginan terhadap kesenangan merupakan hal yang bersifat
alamiyah sesuai dengan kodrat manusia. Akan tetapi terdapat ajaran untuk
mengendalikan hawa nafsu terhadap kenikmatan tersebut.
Dalam agama Hindu, wanita
diibaratkan sebagai tanah dan laki-laki diibaratkan sebagai benih. Hasil
terjadinya jasad badaniyah yang hidup terjadi karena melalui hubungan antara
tanah dan benih. Potensi wanita dipandang kreatif dan penuh kebaikan hanya
apabila potensi itu terjadi secara harmonis dengan pria.
b.Dalam agama Budha terdapat ajaran
tentang pengendalian diri dari memperturutkan hawa nafsu yang berakibat pada
terjadinya tindakan kejahatan dan terdapat pula sejumlah ajaran etis tentang
larangan membunuh, larangan mencuri, berdusta dan lain sebagainya.
Agama Budha menyatakan bahwa seorang
istri berkedudukan dan berperan cukup besar dalam menyukseskan suaminya. Suami
istri memiliki kewajiban dan tanggung jawab bersama dalam rumah tangga dan
adanya kehendak bersama dalam menjalankan kehidupan berumah tangga. Seorang
istri yang patut dipuji dalam suatu keluarga yaitu istri yang keibuan, istri
yang seperti saudara, istri yang seperti sahabat dan istri yang seperti
pegawai.
c.Dalam agama Yahudi yang dibawa oleh
Nabi Musa terdapat Sepuluh perintah Tuhan yang meliputi : pengakuan terhadap
Tuhan Tang Maha Esa; Larangan menyekutukan Tuhan dengan apa saja dan dimana
saja; Larangan menyebut nama Tuhan dengan kata-kata yang dapat
menyia-nyiakan-Nya; Memuliakan hari Sabtu; Menghormati ayah dan ibu; Larangan
membunuh sesama manusia; Larangan berbuat zina; Larangan mencuri; Larangan
menjadi saksi palsu; Menahan hawa nafsu untuk memiliki sesuatu yang bukan
menjadi miliknya.
d.Dalam agama Kristen terdapat ajaran
tentang perintah berbuat baik antara sesama manusia, saling mencintai sesama
manusia, bersifat pemurah dalam setiap hal yang menyangkut kebaikan,
menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan lain sebagainya.
Dalam agama Kristen, Yesus tidak
membeda-bedakan laki-laki dan perempuan. Ia menghargai wanita sebagai pribadi
yang utuh. Yesus berbicara langsung dengan wanita, menyembuhkan wanita yang
sakit dan memanggil wanita untuk mengikutinya.
e.Dalam agama Islam terdapat ajaran
tentang pengendalian hawa nafsu keduniaan yang diikuti oleh keharusan melakukan
perbuatan yang baik bagi kemanusiaan. Islam mengingatkan umatnya agar jangan
mengikuti hawa nafsu karena mengikuti hawa nafsu akan menjerumuskan pelakunya
kedalam kehidupan yang menyengsarakan.
Dalam ajaran Yahudi yang dibawa oleh
Nabi Musa terdapat ajaran menghormati hari sabtu. Ajaran ini tidak dianggap
relevan lagi dalam ajaran Islam. Semua hari dalam ajaran Islam memiliki
kedudukan dan makna yang sama, tergantung kepada orang yang memanfaatkannya.
Dalam agama islam wanita diumpamakan
seperti tanah ladang tempat bercocok tanam sebagaimana disebut dalam Alquran
surah Al-baqarah ayat 223 yang artinya : “ Istri-istrimu adalah (seperti)
tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tersebut bagaimana saja
kamu kehendaki. Dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu dan bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah
kabar gembira orang-orang yang beriman.”
Rasulullah menyebutkan kriteria
seorang istri sebagaimana yang disebutkan dalam suatu hadits yang artinya : “Tidak
ada sesuatu yang diambil faedahnya oleh orang muslim setelah takwakepada Allah
yang lebih baik baginya daripada seorang istri shalihah yang jika seorang suami
memerintahnya, ia mematuhinya; jika suami memandangnya, maka ia
menyenangkannya; jika suami menggilirnya, maka ia mematuhinya; dan jika suami
pergi darinya, maka ia memelihara diri dan harta (suami)nya”.
Dari penjelasan-penjelasan ini
terlihat dengan jelas bahwa posisi ajaran islam diantara agama-agama lain
selain mengoreksi dan membenarkan juga melanjutkan sambil memberikan makna baru
dan tambahan-tambahan sesuai dengan kebutuhan zaman. Oleh karena itu, diutuslah
Rasulullah SAW untuk menyempurnakan ajaran-ajaran para Nabi dan Rasul terdahulu
dan memerintahkan manusia untuk mengimani apa yang diwahyukan kepada beliau
berupa A-lquran dan As-sunnah.[7]
Berbicara
tentang agama Islam, kita tak kan pernah lupa dengan orang yang pertama membawa
agama ini kedalam dunia ini. Orang yang menjadi contoh utama dalam segala hal
dalam kehidupan, baik hubungan antara manusaia atau dengan Tuhan itu sendiri.
Dia adalah Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah seorang di antara manusia teragung
yang dikenal oleh sejarah peradaban manusia. Kita sebagai penganut agama Islam
dituntut untuk menghayati ajaran beliau, Sebagaimana di Firmankan Allah SWT
dalam Al-qur’an:
Artinya:“sungguh telah ada dalam diri Rasulullah suri tauladan yang baik (uswatun
hasanah)”
Kita bukan hanya dituntut bukan
hanya menghayati ajaran beliau tetapi memantapkan cinta dan penghargaan kita
atas jasa-jasa serta pengorbanan beliau Karena kalau kita tidak mampu mengakui
dan memberi penghoramatan kepada para tokoh, maka kepada siapa lagi penghormatan
itu kita berikan? Kalau kita enggan memberi
hak-hak manusia agung, maka, mungkinkah kita bersedia memberi hak orang-orang
kecil? Justru karena jasa dan pengorbanan Nabi Muhammad Saw, serta atas dasar
pemberian hak penghormatan itulah sehingga Allah SWT, dan para malaikat
mencurahkan rahmat dan memohonkan maghfiroh untuk beliau serta menganjurkan nikmat Islam untuk menyampaikan shalawat dan salam sejahtera kepada Nabi
Muhammad Saw. Dan segenap keluarga beliau.
Kedudukan
utama Nabi Muhammad Saw, tercermin antara lain dalam Firman Allah yang artinya:
“Dan kami telah tinggikan namamu”
Dalam arti
pengakuan kenabian Nabi Muhammad Saw. Nama beliau juga disandingkan dengan nama
Tuhan dengan pengakuan akan ke-Esaan Allah SWT dalam dua kalimat Syahadat:
Artinya:“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah.”
Hal ini juga
berarti kepatuhan kepada beliau identik dengan kepatuhan kepada Allah SWT.
Sebagaimana Firman Allah SWT:
Artinya: “Siapa taat kepada Rasul, maka dia telah taat kepada Allah. Barang siapa yang
berpaling dari ketaatan itu, maka kami tidak mengutusmu menjadi pemelihara
mereka” (QS An-Nisa : 80)
Keluhuran
Nabi Muhammd Saw, bukan hanya dinyatakan Allah, dan hanya diyakini umat Islam,
berdasar Firman-Nya:
Artinya: “Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(QS Al-Qalam:4)
Tetapi juga
diakui oleh kawan dan lawan. betapa tidak, cetusan paling buruk dalam
percakapannya adalah: “semoga dahinya berlumuran Lumpur”, ketika diminta
untuk mengutuk, beliau menjawab: “Aku bukan diutus sebagai pengutuk, tetapi
Aku diutus sebagai pengajak kepada kebaikan dan penyebar rahmat.”
Komitmen beliau terhadap waktu amat
tinggi, tidak saja dalam menyelesaikan tugas atau memenuhi sebuah janji, tapi
juga dalam mengisi waktu itu sendiri. Tidak heran, karena memang ajaran Ilahi
yang diterimanya berpesan:
Artinya: “Apabila engkau telah
menyelesaikan satu pekerjaan, maka kerjakanlah yang lain hingga engkau letih,
dan hendaklah kepada Tuhanmu engkau mengharap.” (QS An-Nashrah: 7-8).
Kebersihan yang diperagakan dalam
diri, rumah dan lingkungannya amat menonjol, karena beliau yakin bahwa kebersihan
adalah manifestasi iman, dan arena menurut beliau: “Menyingkirkan kotoran
atau gangguan dari jalan adalah bagian terendah dari keimanan.”
Menyadari
kedudukan beliau sebagai panutan dan teladan, menuntut kita tidak terpaku dalam
formalitas lahiriah dan melupakan esensi ajarannya. Kita sadari bahwa ajarannya
berorientasi kepada usaha persatuan dan kemanusiaan, sebagaiman Firman Allah:
Artinya: wahai seluruh ummat
manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu berasal dari seorang lelaki
dan seorang perempuan, dan kami adikan engkau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling kenal mengenal (Bantu membantu). Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah yang paling
bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha mengtahui lagi maha mengenal (QA Al-Hujurat : 13)
Jika kita
menengok dari dunia luar, kita akan tahu dan sadar betapa besar nikmat Tuhan
yang dilimpahkan kepada bangsa kita. Nilai luhur bangsa yang seiring dengan
ajaran toleransi Nabi Muhammad Saw, telah berakar dalam jiwa, berkat kearifan dan
jasa para pendahulu, yang dilestarikan oleh pemimpin-pemimpin bangsa dewasa
ini. Dalam konteks teristimewa masa kini bahkan akhir-akhir ini. Coba
perhatikan firman Allah SWT:
Artinya: janganlah
kamu menjadi seperti seorang oerempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat dan bercerai berai (QS Al-Nahl: 92)
Untuk memelihara hal tersebut ada dua hal yang harus digaris bawahi :
Pertama, kita harus mampu
mensosialisasikan semangat ajaran serta keteladanan Nabi Muhammad Saw.
Toleransi dan moderasi yang beliau ajarkan harus senantiasa menjadi acuan dan
pedoman dalanm interaksi kita dengan umat agama lain. Kita seyogyanya tidak
terpengaruh oleh pendapat dan pendekatan umat Negara lain yang telah dibebani
oleh sejarah konflik dan permusuhan yag ikut mewarnai budaya mereka. Konflik
yang berkepanjangan, apalagi kontak fisik yang mengorbankan jiwa, tidak pernah
terjadi di negri kita. Oleh karena itu kedamaian dalam sejarah hubungan antar
umat beragama di Indonesia harus tercermin dalam interaksi kita. tidak saja
dituntu untuk bersama-sama mengoreksi citra dan kesan keliru yang boleh jadi
tergambar dalam benak masing-masing, tapi lebih Dari itu kita harus memberi
contoh dalam upaya menjalin kerja sama kontruktif, jauh dari perdebatan
teologis doctrinal yang selalu berakhir dengan jalan buntu. Sebagaimana firman
Ilahi:
Artinya: katakanlah: “hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa
tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan
sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai
Tuhan selain Allah” jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:
“saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim yang berserah diri (kepada
Allah)”. (QS Ali Imran: 64)
Sejarah konflik antar umat beragama dunia luar,
yang telah membuahkan kesalahpahaman, rasa curiga dan bahkan permusuhan harus
dibuang jauh dari bumi kita.Kita semua dituntut untuk memperdalam
semangat persaudaraan. Semangat persaudaraan ini pernah dicontohkan oleh
Theodore Abu Qurrah, seorang uskup dari Harran-Mesopotamia, yang lahir pada 740
M. tanpa mengorbankan keimanannya beliau menempatkan Nabi Muhammad Saw pada
posisi para Nabi dan menyatakan Bahwa Muhammad Saw telah menempuh jalan para
Nabi. Wajar jika dalam salah satu ayat Al-Qur;an
ditemukan pujian kepada kelompok tertentu umat Kristen yang menjalin hubungan
baik dengan Kaum Muslim:
Artinya: sesungguhnya kamu pasti dapati yang paling dekat
persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata:
“sesungguhnya kami ini orang nasrani.” Yang demikian itu disebabkan karena
diantara mereka terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib. Juga karena
sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. (QS Al-Maidah: 82)[8]
Namun harus diingat bahwa betapapun keras usaha setiap
kelompok keagamaan dalam menjalin hubungan dengan kelompok lain, konflik intern
yang melanda tubuh suatu umat pasti akan merupakan kendala yang menggerogoti
keutuhan umat itu sendiri, sehingga pada gilirannya akan menghambat tercapainya
suasana dialogis dan kerja sama dengan umat lain. Komunitas agama di Indonesia dengan prestasinya dalam mewujudkan
suasana dialogis harmonis selama ini diharapakan tidak terperangkap oleh
konflik-konflik intern yang sering disebabkan oleh kekurangan pemahaman tentang
inti ajara masing-masing Disatu pihak. atau oleh pengaruh factor eksternal
politis yang sedang melanda dunia Islam.
Jadi segala sesuatu harus kita kembalikan kepada
inti ajaran kita masing-masing dan semua yang ada adalah kebenaran menurut
penganutnya masing-masing. Kembalikan semua hal ke dalam ajaran agama Islam
yang sangat indah dan penuh dengan kasih Tuhan.
BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Posisi Islam
diantara agama-agama lain tampak bersifat adil, obyektif dan proporsional.
Dengan sifatnya yang adil, ajaran Islam mengakui peran yang dimainkan
agama-agama yang pernah ada didunia. Dengan sifatnya yang obyektif, Islam
memperbaiki dan meluruskan ajaran-ajaran agama yang salah dan tersesat. Dengan
bersifat proporsional, Islam memberikan perhatian terhadap ajaran agama yang
tidak seimbang. Islam adalah agama yang terbuka, mau berkompromi dan berdialog
dengan agama lain. Dengan sifatnya yang demikian ini, Islam telah tampil
sebagai penyempurna, korektor, pembenar dan sekaligus sebagai pembaru.
Setiap
ajaran agama-agama tersebut memiliki perbedaan yang berkaitan dengan keyakinan
(teologis) dan ritualistik, yakni peribadatan. Terhadap hal ini masing-masing
agama dianjurkan untuk saling menghargai dan menghormati.
Islam adalah
agama perdamaian, jauh dari sikap bermusuhan dan bukan agama kaum teroris.
Terjadinya pertentangan antara satu agama dengan agama lain sebagaimana terlihat
dalam sejarah, sama sekali bukan disebabkan karena faktor agama, melainkan
karena faktor-faktor lain yang mengatasnamakan agama. Hal seperti ini harus
segera dicegah dan dikembalikan kedalam situasi yang merperlihatkan
keharmonisan hubungan antara agama-agama yang ada didunia.
B.Saran
Alhamdulillah,
Akhirnya dengan do’a dan usaha, penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap supaya makalah ini dapat berguna dan dapat dimanfaatkan oleh
kalangan banyak. Dan penulis berharap kritik dan saran dari dosen pembimbing
dan teman-teman sekalian. Terima kasih.